Resume 12
A. BUDDHISME ZEN
Aliran Zen dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.
Dapat dikatakan bahwa sekte Zen lahir dan tumbuh membesar di bumi Tiongkok pada tahun 520 M yang dibawa oleh Boddhidarma, seorang bhiksu India berikut silsilahnya. Dialah Bodhidharma yang termahsyur, sesepuh kedua puluh delapan dari India—yang dalam lukisan kuno digambarkan sebagai seorang yang menyebrangi lautan dengan daun bambu—yang membawa Zen ke Cina, dengan sendirinya menjadi sesepuh pertama dari Cina. Apa yang ia bawa ke Cina bukanlah Zen dalam bentuk seperti yang kita kenal saat ini bersama dengan doktrin-doktinnya, kitab suci, dan organisasi viharanya, melainkan semangat atau jiwa yang ia turunkan kepada muridnya Hui Khe, yang kemudian menurunkannya pada muridnya lagi hingga sesepuh yang ke-6. Master-master ini dikenal sebagai Enam Sesepuh Aliran Zen dari Cina, Yakni :
1. Bodhidharma (lahir 440 - wafat 532
2. Hui Khe (lahir 487 - meninggal 593
3. Jianzhi Seng Ts`an (meninggal 606
4. Dayi Tao Hsin (lahir 580 - meninggal 651
5. Hung Jen (lahir 601 - meninggal 674
6. Hui Neng / Wei Lang (lahir 638 - meninggal 713)
Dasar filsafat Chan/Zen sering diungkapkan sebagai berikut
Diberikan di luar pelajara
Tanpa menggunakan kata-kata dan tulisan
Langsung diarahkan kepada hati manusia
Mengenal sifat asli itu sendiri dan menjadi Buddha
Aliran Chan / Zen itu bersikap agak bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-Sutras, tidak hendak mengikatkan diri kepada Sutras tertentu. Begitupula terhadap berbagai aliran filsafat didalam madzhab Mahayana. Bahkan tidak hendak memperbincangkannya secara serius. Aliran ini lebih mengutamakan pendekatan secara kerohanian (intuitif) untuk mencapai kesadaran tertinggi. Namun ada beberapa Sutra yang dapat dikatakan sebagai sumber bagi Zen :
Lankavatara Sutra
Vajrachedika Prajnaparamita Sutra
Sutra Altar Patriarch
Vimakirti Nirdhesa Sutra
Surangama Sutra
B. ALIRAN-ALIRAN
ml.scribd.com/doc/54063570/Secara-Singkat-Tentang-Zen-Budhisme
Menurut Koesbyanto, dalam perkembangannya, Zen di Jepang terbagi dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen. diantaranya :
1. Lin Ci (Rinzai) : diperkenalkan oleh Master Lin Ci kira-kira pada tahun 850 M. Aliran Rinzai berusaha mencapai penerangan dengan menggunakan penerangan cara Koan dan Mondo. Koan adalah suatu problem semacam teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar koan biasanya terdiri dari satu kata atau frasa tanpa arti, atau sebanyah pernyataan yang tampaknya nonsense dari sudut pandang umum
2. Chau Tung (Soto) : diperkenalkan oleh Master Tung San, Liang Cie (807-869 M) dan Chau San (840-901 M). Metode yang dilakukan untuk mencapai ketenangan adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi duduk bersila.
3. Huang Po (Obaku) : diperkenalkan oleh Master Huang Po (850 M).
Buddhisme
Jumat, 15 Juni 2012
NICHIREN SHOSHU
Resume 11
NICHIREN SHOSHU
http://nichiren-shu.org/boston/pages/minister.htm
A. SEJARAH PERKEMBANGAN NICHIREN SHOSHU
Nichiren Shoshu adalah nama sebuah sekte Agama Buddha yang berasal dari Jepang pada abad ke-13 yang ditikohi oleh Bikhu Nichiren Daishonin seorang pembaharu jepang (1222-1282), sekte ini berpusat di Taisekiji, Fujinomia, Provinsi Shizuoka, Jepang.
Bikhu Nishiren Daishonin memiliki nama asli Zennichi Maro, ia terlahir di desa Kominato, Provinsi Awa (sekarang Chiba) Jepang pada 16 Februari 1222, Daishonin adalah gelar kehormatan besar bagi kebijaksanaan dan kesucia dari ummatnya. Pada usia 15 tahun ia resmi menjadi bikhu dengan nama Zesho-bo Renco.
Nichiren mula-mula mempelajari agama Buddha melalui ajaran-ajaran sekte tendai, dari hasil studinya itu ia menyadari bahwa agama Buddha sudah terpecah-pecah dan memperlemah dengan munculnya sekte-sekte yang bervarian dan oleh keinginan-keinginan duniawi para pendeta agama Buddha. Ia berasumsi bahwa semua sekte itu telah menyimpang dari ajaran sakyamuni yang asli oleh karena itu tujuan utama Nichiren adalah mengembalikan Agma Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikan dasar perbaikan masyarakat dengan landasan Lotus Sutra yaitu ajaran Buddha yang murni yang ditulis beberapa abad setelah masa Sakyamuni (Kitab Utama Sekte Nichiren).
Pada tanggal 28 April 1253, Nichiren Daishonin memberikan ceramah serta mendeklarasikan bahwa Nam-myoho-ronge-kyo artinya “Aku mengabdikan diri terhadap semua realitas hidup kepada alam semesta” adalah satu-satunya ajaran yang dapat menuntun manusia menuju pencapaian Buddha, selain daripada itu ia memproklamirkan dirinya sebagai Bikhu Muda Nichiren Daisonin pendiri Buddha Nichiren Shoshu. Nichi berarti Matahari sedangkan Ren adalah Teratai, Jadi Nichiren adalah Teratai Matahari
B. NICHIREN SHOSHU DI INDONESIA
Sekitar tahun 1950-an Agama Buddha Nichiren Shoshu mulai masuk ke Indonesia namun hanya di anut oleh beberapa orang saja itupun penganut asli jepang yang bertugas di Indonesia, namun pada tahun 1960-an populasinya mulai meningkat hingga pada tanggal 28 Oktober tahun 1969 bertepatan dengan hari sumpah pemuda dibentuklah Yayasan Nichiren Shoshu Indonesia. Namun pada fase awal NSI belum terarah danmasih menimbulkan miss Understanding antar umat namun pada akhirnya masalah ini dapat diselesaikan oleh Senosoenoto, akan tetapi lagi-lagi setelah sepeninggal Senosoenoto NSI terpecah menjadi 2 karena ada perbedaan pemahaman yaitu antara Kubu pendukung Johan Nataprawira dan kubu pendukung Keiko Senosoenoto.
NICHIREN SHOSHU
http://nichiren-shu.org/boston/pages/minister.htm
A. SEJARAH PERKEMBANGAN NICHIREN SHOSHU
Nichiren Shoshu adalah nama sebuah sekte Agama Buddha yang berasal dari Jepang pada abad ke-13 yang ditikohi oleh Bikhu Nichiren Daishonin seorang pembaharu jepang (1222-1282), sekte ini berpusat di Taisekiji, Fujinomia, Provinsi Shizuoka, Jepang.
Bikhu Nishiren Daishonin memiliki nama asli Zennichi Maro, ia terlahir di desa Kominato, Provinsi Awa (sekarang Chiba) Jepang pada 16 Februari 1222, Daishonin adalah gelar kehormatan besar bagi kebijaksanaan dan kesucia dari ummatnya. Pada usia 15 tahun ia resmi menjadi bikhu dengan nama Zesho-bo Renco.
Nichiren mula-mula mempelajari agama Buddha melalui ajaran-ajaran sekte tendai, dari hasil studinya itu ia menyadari bahwa agama Buddha sudah terpecah-pecah dan memperlemah dengan munculnya sekte-sekte yang bervarian dan oleh keinginan-keinginan duniawi para pendeta agama Buddha. Ia berasumsi bahwa semua sekte itu telah menyimpang dari ajaran sakyamuni yang asli oleh karena itu tujuan utama Nichiren adalah mengembalikan Agma Buddha kepada bentuknya yang murni yang akan dijadikan dasar perbaikan masyarakat dengan landasan Lotus Sutra yaitu ajaran Buddha yang murni yang ditulis beberapa abad setelah masa Sakyamuni (Kitab Utama Sekte Nichiren).
Pada tanggal 28 April 1253, Nichiren Daishonin memberikan ceramah serta mendeklarasikan bahwa Nam-myoho-ronge-kyo artinya “Aku mengabdikan diri terhadap semua realitas hidup kepada alam semesta” adalah satu-satunya ajaran yang dapat menuntun manusia menuju pencapaian Buddha, selain daripada itu ia memproklamirkan dirinya sebagai Bikhu Muda Nichiren Daisonin pendiri Buddha Nichiren Shoshu. Nichi berarti Matahari sedangkan Ren adalah Teratai, Jadi Nichiren adalah Teratai Matahari
B. NICHIREN SHOSHU DI INDONESIA
Sekitar tahun 1950-an Agama Buddha Nichiren Shoshu mulai masuk ke Indonesia namun hanya di anut oleh beberapa orang saja itupun penganut asli jepang yang bertugas di Indonesia, namun pada tahun 1960-an populasinya mulai meningkat hingga pada tanggal 28 Oktober tahun 1969 bertepatan dengan hari sumpah pemuda dibentuklah Yayasan Nichiren Shoshu Indonesia. Namun pada fase awal NSI belum terarah danmasih menimbulkan miss Understanding antar umat namun pada akhirnya masalah ini dapat diselesaikan oleh Senosoenoto, akan tetapi lagi-lagi setelah sepeninggal Senosoenoto NSI terpecah menjadi 2 karena ada perbedaan pemahaman yaitu antara Kubu pendukung Johan Nataprawira dan kubu pendukung Keiko Senosoenoto.
Aliran Tantrayana, Mantrayana dan Vajrayana
BAB 10
Resume Agama Buddha
http://blogpembahasan.blogspot.com/2012/05/sekte-tantrayana-cen-yen-sungshingon.html
Sekte Tantrayana merupakan sekte yang lahir dari Mahayana, dapat dikatakan Tantrayana adalah aspek esoteric Buddhisme khususnya Mahayana. akan tetapi sekte Tantrayana ini pun terbagi lagi menjadi tiga aliran antara lain :
1. Mantrayana
2. Vajrayana
3. Sahajayana
Meskipun ketiga aliran ini lahir dari sekte Tantrayana yang merupakan sekte dari Mahayana, tapi tiga aliran ini lebih berkembang pada sekte Mahayana itu sendiri atau mempengaruhi sekte Mahayana itu sendiri.
1. Mantrayana
Pokok-pokok dari ajaran Mantrayana dapat dilihat dari karya Padma-Dkarpo, tujuan dari Mantrayana ini sama seperti aliran dalam agama Buddha lainnya yaitu ingin mencapai penerangan sempurna.
Cara untuk mencapai tujuan tersebut menurut aliran Mantrayana adalah mengambil perlindungan serta mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Boddhicitta. Boddhicitta ini terbagi menjadi dua antara lain :
• Boddhi pranidhi citta, yaitu tingkat persiapan untuk mencapai kebuddhaan
• Boddhi prasthana citta, yaitu pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita
1. Vajrayana
Tujuan dari aliran ini adalah mencapai kesempurnaan dalam penceerahan dengan tubuh fisik kita ini di kehidupan ini juga tanpa harus menunggu hingga kalpa-kalpa uang tak terhitung. Dalam aliran Vajrayana untuk mencapai pembebasan harus melalui proses panca skhandha, yaitu suatu konsep dalam agama Buddha yang menyatakan bahwa manusia adalah merupakan kombinasi dari kekuatan atau energy fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah, yang disebut lima kelompok kegemaran yaitu :
1. Rupakhanda (bentuk)
2. Vedanakhanda (perasaan)
3. Sannakhanda (pencerapan)
4. Sankharakhanda (bentuk-bentuk pikiran)
5. Vinannakhanda (kesadaran)
Vajrayana memandang alam kosmos dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Di dalam Vajrayana Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana, oleh karenanya memiliki elemen-elemen seperti tanah, air, api, angin, angkasa, dan kesadaran.
1. Sahajayana
Merupakan aliran yang memiliki hubungan erat dengan Vajrayana. Sahajayana menyatakan kenyatan dan bentuk kenyataan adalah tidak terpisah satu dengan yang lainnya, bukan dengan suatu jembatan melainkan keduanya identik satu dan yang lainnya.
Sesungguhnya yang diajarakan Sahajayana bukanlah system yang intelektual, tetapi lebih bersifat sauatu disiplin yang keras dan harus dilakukan serta hal ini menjadikannya sulit untuk dimengerti dan dibuat batasan-batasannya. Aspek dari ajarannya adalah :
1. Dristi, yaitu pandangan yang didasarkan pada pengalaman.
2. Bhavana, yaitu kemajuan batin yang diperoleh berdasarkan Sahajayana.
3. Carya, yaitu hidup dan berbuat sebagaimana mestinya.
4. Phala, yaitu pemanunggalan dari keperibadian.
Resume Agama Buddha
http://blogpembahasan.blogspot.com/2012/05/sekte-tantrayana-cen-yen-sungshingon.html
Sekte Tantrayana merupakan sekte yang lahir dari Mahayana, dapat dikatakan Tantrayana adalah aspek esoteric Buddhisme khususnya Mahayana. akan tetapi sekte Tantrayana ini pun terbagi lagi menjadi tiga aliran antara lain :
1. Mantrayana
2. Vajrayana
3. Sahajayana
Meskipun ketiga aliran ini lahir dari sekte Tantrayana yang merupakan sekte dari Mahayana, tapi tiga aliran ini lebih berkembang pada sekte Mahayana itu sendiri atau mempengaruhi sekte Mahayana itu sendiri.
1. Mantrayana
Pokok-pokok dari ajaran Mantrayana dapat dilihat dari karya Padma-Dkarpo, tujuan dari Mantrayana ini sama seperti aliran dalam agama Buddha lainnya yaitu ingin mencapai penerangan sempurna.
Cara untuk mencapai tujuan tersebut menurut aliran Mantrayana adalah mengambil perlindungan serta mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Boddhicitta. Boddhicitta ini terbagi menjadi dua antara lain :
• Boddhi pranidhi citta, yaitu tingkat persiapan untuk mencapai kebuddhaan
• Boddhi prasthana citta, yaitu pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita
1. Vajrayana
Tujuan dari aliran ini adalah mencapai kesempurnaan dalam penceerahan dengan tubuh fisik kita ini di kehidupan ini juga tanpa harus menunggu hingga kalpa-kalpa uang tak terhitung. Dalam aliran Vajrayana untuk mencapai pembebasan harus melalui proses panca skhandha, yaitu suatu konsep dalam agama Buddha yang menyatakan bahwa manusia adalah merupakan kombinasi dari kekuatan atau energy fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah, yang disebut lima kelompok kegemaran yaitu :
1. Rupakhanda (bentuk)
2. Vedanakhanda (perasaan)
3. Sannakhanda (pencerapan)
4. Sankharakhanda (bentuk-bentuk pikiran)
5. Vinannakhanda (kesadaran)
Vajrayana memandang alam kosmos dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Di dalam Vajrayana Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana, oleh karenanya memiliki elemen-elemen seperti tanah, air, api, angin, angkasa, dan kesadaran.
1. Sahajayana
Merupakan aliran yang memiliki hubungan erat dengan Vajrayana. Sahajayana menyatakan kenyatan dan bentuk kenyataan adalah tidak terpisah satu dengan yang lainnya, bukan dengan suatu jembatan melainkan keduanya identik satu dan yang lainnya.
Sesungguhnya yang diajarakan Sahajayana bukanlah system yang intelektual, tetapi lebih bersifat sauatu disiplin yang keras dan harus dilakukan serta hal ini menjadikannya sulit untuk dimengerti dan dibuat batasan-batasannya. Aspek dari ajarannya adalah :
1. Dristi, yaitu pandangan yang didasarkan pada pengalaman.
2. Bhavana, yaitu kemajuan batin yang diperoleh berdasarkan Sahajayana.
3. Carya, yaitu hidup dan berbuat sebagaimana mestinya.
4. Phala, yaitu pemanunggalan dari keperibadian.
Aliran Hinayana dan Tantrayana
BAB 9
Laila Nihayati
1110032100071
Aliran Hinayana
http://www.lotus.org/docs/buddhism.htm
http://www.travelinthailand.org/buddhism-in-thailand/
Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hinayana digunakan dalam teks Pali dan Sanskerta. Hinayana terdiri dari hina (kecil) dan yana sering disebut sebagai “kendaraan kecil” karena bertujuan menjadi arahat maupun paccekabuddha yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri sebenarnya merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana.
Penganut-penganut hinayana menitikberatkan meditasi unutk mencapai penerangan sempurna sebagai jalan yang terpendek dalam menyelami dhamma dan mencapai pembebasan (nibbana).
Hinayana dan Theravada bukanlah suatu istilah yang sama. Theravada mengacu pada Buddhisme yang masuk ke Sri Lanka menjelang abad ke-3 SM di saat belum ada Mahayana di masa itu. Aliran Hinayana dikembangkan di India dan terlepas eksistensi dari aliran Buddhisme yang ada di Sri Lanka. Saat sekarang tidak ada lagi aliran Hinayana di belahan dunia manapun.
Pokok ajaran Hinayana :
a) Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja. Apa yang berbeda untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang tetap berada. Tidak ada aku yang merasa, sebab yang ada adalah perasaan, demikian seterusnya.
b) Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau relasi yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab dan akibat. Karena pengaliran dharma yang terus-menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada”perorangan” yang palsu.
c) Tujuan hidup ialah Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran terhadap sesuatu. Apakah yang tinggal berada di dalam Nirwana itu, sebenarnya tidak diuraikan dengan jelas.
d) Cita-cita yang tertinggi ialah menjadai arhat, yaitu orang yang sudah berhenti keinginannya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.
B. Aliran Mahayana
http://dharmaduta.com/books/detail/189/4/agama-buddha-mahayana-
http://www.scribd.com/doc/97172761/Hindu-Budha
Mahayana (berasal dari bahasa Sanskerta: महायान, mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama:
1. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalahTheravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
2. Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana ) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
3. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Walaupun asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1, atau abad ke 1 SM. Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai muncul pada catatan prasasti di India. Sebelum abad ke 11 (ketika Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul. Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk sejarah Mahayana.
Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah Cina, Jepang,Korea dan Vietnam dan penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah "Pure Land", Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.
Kitab Suci Hinayana:
• Vinaya Pitaka, (peraturan-peraturan golongan para Bhiksu) berbicara mengenai Sangha. Terdiri dari 3 buah tulisan yang yang membicarakan peraturan-peraturan tata-tertib bagi para bhiksu.
• Sutta Pitaka, (keranjang pengajaran). Memuat 4 buah kumpulan yang besar dari pelajaran buddha. terdiri dari bermacam-macam ceramah yang diberikan oleh Buddha.
• Abhimdhamma Pitaka, berisi analisis ajaran Buddha. Terdiri dari 7 buah naskah, yang merupakan uraian-uraian ilmiah yanmg kering tentang dogmatika.
Pimpinan Besar Mahayana
Ada tiga pimpinan besar Mahayana yang terkenal dengan julukan “Tiga Matahari Mahayana”, karena merekalah yang memancarkan sinar Mahayana hingga sampai di sebagian besar benua Asia seperti ; Tibet, Nepal, Monggolia, Tiongkok, Korea, Jepang dan Indonesia.
1. Nagarjuna Salah satu dari ahli-ahli filsafat terbesar di Mahayana adalah Nagarjuna, yang menurut cerita hidup sekitar abad ke-2 M. Golongannya itu dinamakan juga golongan Madhyamika atau penganut jalan tengah. Nagarjuna adalah pimpina Sangha yang ke 14. Beliau mendirikan suatu perguruan Mystik yang bernama Madhyamika dan membuat kitab :
• Madhyamika Suttra yang berisi penuh dengan Mystik dan Metaphysika.
• Prajanaparamita yang menceritakan tentang kekosongan benda-benda semuanya, juga tentang apa yang dinamakan Paramita (Enam kesempurnaan yang dimiliki oleh setiap Boddhisattva).
1. Aryasangha muncul sekitar abad ke-4 M. Aryasangha menjadi tokoh yang sangat penting dari suatu golongan falsafi, yang telah berkembang sebelum zamannya dan yang terkenal dengan dua nama : “Vijnanavadin” (mereka yang mengajarkan bahwa yang sejati itu hanya kesadaran) dan “Yogacara” (mereka yang menempuh jalan yoga).
Kitab Mahayana
Salah satu diantanya yang paling terkenal ialah Vimalakirti Sutra, yang berisi tentang seseorang yang berumah tangga tetapi hidupnya lebih suci daripada semuanya Bodhisattwa. Banyak kitab-kitab Mahayana yang tidak boleh kita lupakan yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Yaitu :
• Karandavyuha
• Sukhavatisvaha
• Saddharmapundarika
• Lankavatara Sutra
• Avatamkara sutra
• Vajraccedhika Sutra
Laila Nihayati
1110032100071
Aliran Hinayana
http://www.lotus.org/docs/buddhism.htm
http://www.travelinthailand.org/buddhism-in-thailand/
Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, bukan berasal dari bahasa China, Inggris ataupun Bantu, tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sanskerta. Oleh karena itu, satu-satunya pendekatan yang masuk akal untuk menemukan arti dari kata tersebut, adalah mempelajari bagaimana kata hinayana digunakan dalam teks Pali dan Sanskerta. Hinayana terdiri dari hina (kecil) dan yana sering disebut sebagai “kendaraan kecil” karena bertujuan menjadi arahat maupun paccekabuddha yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri sebenarnya merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana.
Penganut-penganut hinayana menitikberatkan meditasi unutk mencapai penerangan sempurna sebagai jalan yang terpendek dalam menyelami dhamma dan mencapai pembebasan (nibbana).
Hinayana dan Theravada bukanlah suatu istilah yang sama. Theravada mengacu pada Buddhisme yang masuk ke Sri Lanka menjelang abad ke-3 SM di saat belum ada Mahayana di masa itu. Aliran Hinayana dikembangkan di India dan terlepas eksistensi dari aliran Buddhisme yang ada di Sri Lanka. Saat sekarang tidak ada lagi aliran Hinayana di belahan dunia manapun.
Pokok ajaran Hinayana :
a) Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja. Apa yang berbeda untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak ada sesuatu yang tetap berada. Tidak ada aku yang merasa, sebab yang ada adalah perasaan, demikian seterusnya.
b) Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau relasi yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab dan akibat. Karena pengaliran dharma yang terus-menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada”perorangan” yang palsu.
c) Tujuan hidup ialah Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran terhadap sesuatu. Apakah yang tinggal berada di dalam Nirwana itu, sebenarnya tidak diuraikan dengan jelas.
d) Cita-cita yang tertinggi ialah menjadai arhat, yaitu orang yang sudah berhenti keinginannya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya tidak ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.
B. Aliran Mahayana
http://dharmaduta.com/books/detail/189/4/agama-buddha-mahayana-
http://www.scribd.com/doc/97172761/Hindu-Budha
Mahayana (berasal dari bahasa Sanskerta: महायान, mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama:
1. Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalahTheravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
2. Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana ) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
3. Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Walaupun asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1, atau abad ke 1 SM. Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai muncul pada catatan prasasti di India. Sebelum abad ke 11 (ketika Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul. Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk sejarah Mahayana.
Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah Cina, Jepang,Korea dan Vietnam dan penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah "Pure Land", Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.
Kitab Suci Hinayana:
• Vinaya Pitaka, (peraturan-peraturan golongan para Bhiksu) berbicara mengenai Sangha. Terdiri dari 3 buah tulisan yang yang membicarakan peraturan-peraturan tata-tertib bagi para bhiksu.
• Sutta Pitaka, (keranjang pengajaran). Memuat 4 buah kumpulan yang besar dari pelajaran buddha. terdiri dari bermacam-macam ceramah yang diberikan oleh Buddha.
• Abhimdhamma Pitaka, berisi analisis ajaran Buddha. Terdiri dari 7 buah naskah, yang merupakan uraian-uraian ilmiah yanmg kering tentang dogmatika.
Pimpinan Besar Mahayana
Ada tiga pimpinan besar Mahayana yang terkenal dengan julukan “Tiga Matahari Mahayana”, karena merekalah yang memancarkan sinar Mahayana hingga sampai di sebagian besar benua Asia seperti ; Tibet, Nepal, Monggolia, Tiongkok, Korea, Jepang dan Indonesia.
1. Nagarjuna Salah satu dari ahli-ahli filsafat terbesar di Mahayana adalah Nagarjuna, yang menurut cerita hidup sekitar abad ke-2 M. Golongannya itu dinamakan juga golongan Madhyamika atau penganut jalan tengah. Nagarjuna adalah pimpina Sangha yang ke 14. Beliau mendirikan suatu perguruan Mystik yang bernama Madhyamika dan membuat kitab :
• Madhyamika Suttra yang berisi penuh dengan Mystik dan Metaphysika.
• Prajanaparamita yang menceritakan tentang kekosongan benda-benda semuanya, juga tentang apa yang dinamakan Paramita (Enam kesempurnaan yang dimiliki oleh setiap Boddhisattva).
1. Aryasangha muncul sekitar abad ke-4 M. Aryasangha menjadi tokoh yang sangat penting dari suatu golongan falsafi, yang telah berkembang sebelum zamannya dan yang terkenal dengan dua nama : “Vijnanavadin” (mereka yang mengajarkan bahwa yang sejati itu hanya kesadaran) dan “Yogacara” (mereka yang menempuh jalan yoga).
Kitab Mahayana
Salah satu diantanya yang paling terkenal ialah Vimalakirti Sutra, yang berisi tentang seseorang yang berumah tangga tetapi hidupnya lebih suci daripada semuanya Bodhisattwa. Banyak kitab-kitab Mahayana yang tidak boleh kita lupakan yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Yaitu :
• Karandavyuha
• Sukhavatisvaha
• Saddharmapundarika
• Lankavatara Sutra
• Avatamkara sutra
• Vajraccedhika Sutra
Buddhisme di Korea dan di Jepang
BAB 8
LAILA NIHAYATI
(1110032100071)
A. Agama buddha di jepang
http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/11/sistem-kepercayaan-korea-dan-jepang.html
Berbeda dengan keadaan di China di mana agama Buddha berawal dari
lingkungan keluarga, di Jepang pengenalan agama Buddha menjangkau bangsa
Jepang secara menyeluruh. Agama Buddha diperkenalkan ke Jepang melalui
Kudara di Pakche, salah satu kerajaan di semenanjung Korea pada tahun 522, dan
oleh penguasa politik Jepang pada waktu itu dimaksudkan sebagai perlindungan
bagi negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Sejarah
agama Buddha di Jepang dikelompokkan ke dalam tiga periode,yakni :
Periode kedatangan
(abad ke 6-7), mencakup periode Asuka dan Nara
Periode nasionalisasi
(abad 9-14), mencakup periode Aeian dan Kamakura
Periode lanjutan (abad
15-20), mencakup periode Muromachi, Momoyama, dan Edo serta zaman modern.
• Periode kedatangan
Manifestasi agama Buddha pada
periode ini adalah penyesuaian (adaptasi) terhadap kepercayaan asli bangsa
Jepang, yakni agama Shinto. Para bhikṣu pada masa ini harus dapat melaksanakan upacara keagamaan
bersamaan dengan upacara pemujaan nenek moyang. Secara bertahap agama Buddha
dapat mempertahankan diri dan berkembang di antara rakyat banyak tanpa
menyisihkan agama Shinto.Penerapan ajaran agama Buddha dari China
oleh Jepang berdasarkan latar belakang karakter kebudayaan China, di mana agama
Buddha diterima oleh keluarga kaum aristo¬crat. Kaum aristocrat di
Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual. Begitu kaum aristocrat menerima
agama Buddha, maka penyebarannya ke seluruh negeri berlangsung dengan
cepat.
Beberapa
penguasa di Jepang pada zaman kuno menerima agama Buddha sebagai pedoman
hidup. Pangeran Shotoku (574-621), di bawah pemerintahan Ratu Suiko banyak
berperan dalam perkembangan agama Buddha di Jepang, misalnya dengan
mendirikan Vihāra Horyuji dan menulis banyak komentar mengenai ketiga
kitab suci agama Buddha.Pada periode ini tercatat enam aliran agama Buddha
yang diperkenalkan dan berkembang di Jepang.
• Periode nasionalisasi
Periode
ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Buddha di Jepang, yaitu
aliran Tendai oleh Saicho (797-822) dan aliran Shingon oleh Kukai
(774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar agama Buddha
dapat diterima oleh rakyat Jepang.Selama pemerintahan Nara (710-884)
sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar Shomu
secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat patung Bud¬dha
yang besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat kebudayaan nasional. Di
tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dhamma yang
efektif sesuai dengan keadaan setempat.
Sekte Kegon
(Huan Yen) versi Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Selama
pemerintahan Nara terdapat 6 sekte yang berkembang di Jepang. Sekte Kagon
(sekte Hwaom Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa
semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang terwujud
di dalam tubuh Buddha. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada
Avatamsamkasutra. Pendidikan dan pemikiran Ritsu terutama lebih
ditekankan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata merupakan alternatif
akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan adalah apa
yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada peranan umat seperti
penjelasan dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya cara penyelamatan yang ideal
ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan terlalu banyak berperan dan aktif
di dalam politik.
Agama Buddha
Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam
pendidikan dan pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks Vihāra Tendai
di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha di
dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon
adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra yang diperkenalkan kepada Jepang
oleh Bhikṣu
Kukai di awal abad ke-¬9. Agama Buddha Shingon menentukan
penyatuan dari pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam
berbagai macam bentuknya.Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis, Tendai dan
Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam
penyatuan pemujaan dewa Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha,
sehingga terjadi persekutuan pemujaan.
Gerakan
dalam agama Buddha terjadi pada abad ke-10 dengan munculnya kepercayaan
terhadap Buddha Amitābha. Banyak orang yang memeluk kepercayaan ini
karena kesederhanaan ajaran, yakni dengan mengucapkan ”Amitābha Buddha”
secara berulang-ulang akan terlahir di Tanah Suci (Sukhavati). Kemudian gerakan
lain banyak muncul pada abad ke-13 karena banyak didorong oleh cita¬-cita umat
awam untuk mencapai kemurnian dan kesederhanaan ajaran maupun caranya.
Pandangan ini banyak dianut oleh para petani dan prajurit.
setelah
tahun 1500,agama buddha jepang tidak lagi berjalan mulus. Kekuatan kreatifnya
telah memudar dan kekuatan politiknya telah terpecah. Nabunaga menghancurkan
kubu tendai di heizen pada tahun 1571,dan hideyoshi melakukannya pada pusat
shingon besar di negoro pada tahun 1585.Dibawah pemerintahan tokugawa (1603-1867),konfusianisme
bangkit kembali. Kemudian pada abad ke-18, shintoisme yang militan
bangkit kembali.agama budha surut ke belakang layar,organisasi dan aktivitas
para biksu diawasi pemerintah dengan hati-hati,untuk menjamin
pendapatan-pendapatan wihara dan pada saat yang sama mencegah berkembangnya
kehidupan yang independen di dalamnya.agama budha tenggelam dalam keadaan yang
lamban.tetapi tradisi sekte ini tetap berlanjut.sekte zen menunjukan
kegairahan.pada abad ke-17,hakuin memperkenalkan kehidupan baru kepada sekte
rinzai dan sekte ini menganggapnya sebagai pendiri kedua ; pujangga basho
mengembangkan gaya puisi baru.pada tahun 1655,sekte zen yang ketiga,obakhu masuk
dari china dan tetap menggunakan karakter-karakter khas china.tahun 1868 agama
budha amat diabaikan dan dalam waktu singkat sepertinya agama ini akan
musnah.tapi setelah tahun 1890,pengaruhnya kembali meningkat dan pada tahun
1950,dua pertiga dari penduduk menganut salah satu sekte utama.adaptasi
terhadap kehidupan moderen dan terhadap persaingan dengan umat kristen lebih
banyak terjadi disini dari pada di negara-negara budha lainnya.pada tahun-tahun
terakhir,zen jepang menarik banyak perhatian di eropa dan amerika,dan penafsir
yang sangat baik adalah D.T.Suzuki.Pada zaman Kamakura mulai timbul
feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam
suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh
Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh
Nichiren (1222-1282).
• Perkembangan Nichiren
Pada abad
ke-13, agama Buddha di Jepang menghasilkan seorang pembaharu yakni Bhikṣu Nichiren (1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini
mengajarkan bahwa keselamatan dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci
NamaMyohorengekyo
(terpujilah Sadharmapundarika Sūtra) dan beliau tidak ragu-ragu
untuk mengkritik orang lain. Ramalan Nichiren mengenai bangsa Mongol yang akan
menyerang Jepang menyebabkan sekte ini terkenal di Jepang.Dalam sekte Nichiren
terdapat dua kelompok yang besar.
• Periode Lanjutan
Dengan
berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan
agama yang berarti, kecuali meluasnya beberapa aliran.Pada zaman Edo
(1603-1867), agama Buddha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah
perlindungan Shogun Tokogawa. Pada masa pemerintahan Shogun Tokogawa,
agama Buddha di Jepang menjadi tangan (alat) dari pemerintah. Vihāra
sering digunakan sebagai pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah
satu cara untuk mencegah penyebaran agama Kristen yang oleh pemerintah
feodal dianggap sebagai ancaman politik.
Agama Buddha
tidak begitu populer di kalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji
(1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto
sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto
yang telah bercampur dengan agama Buddha, dan untuk itu dibutuhkan suatu
penyelesaian. Cara yang dilakukan antara lain dengan menyita tanah vihāra
dan membatasi gerak-gerik para bhikṣu.Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun
1868, agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli, Shinto.
Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh
undang-undang dasar Jepang.
B. Buddha di
Korea
Agama Budha masuk
pertama kali ke Korea terjadi pada tahun 373 SM, ketika raja So-su-rim dari
kerajaan Kokuryo menguasai seluruh belahan utara semenanjung Korea dan sebagian
besar kawasan Mancuria. Agama Budha menjadi agama induk di Korea, sehingga
kebudayaan Korea Kuno tidak bisa lepas dari agama Budha. Agama Budha sendiri
mencapai puncak kejayaan di Korea selama 300 tahun pada masa kerajaan Silla
bersatu yang didirikan pada tahun 668 SM. Wilayah teritorial kerajaan Silla
bersatu meluas sampai ke garis yang menghubungkan Pyongyang dan Wong-san, dan
beribukota di Kyong-ju. Pada masa Silla bersatu, agama Buddha menjadi agama
nasional. Jika ditinjau dari peninggalan-peninggalan yang masih ada, kerajaan
Silla sangat unggul dalam arsitektur agama Budha, di samping barang-barang
keramik di masa kerajaan Kokuryo dan tulisan indah di masa kerajaan Lee.
Agama Budha
merupakan rumus filsafat yang tinggi, karena bertujuan untuk memperoleh
kebersihan jiwa dengan penolakan nafsu-nafsu duniawi dan menghindari adanya
kebangkitan roh-roh jahat dan membawa roh-roh suci ke dalam Nirwana. Korea
memiliki 6.700 kuil Budha, termasuk 1.600 candi besar dan kecil. Hampir di
setiap kompleks candi dan kuil Budha di Korea terdapat sebuah kuil kecil yang
terletak dekat dengan ruangan utama tempat sembahyang. Lukisan seorang tua yang
berjanggut putih panjang dengan ditemani seekor harimau jinak menghiasi dinding
kuil kecil tersebut. Lukisan tersebut mendapat pengaruh dari kepercayaan
Tauisme. Sebenarnya sejak masuknya agama Budha ke Korea, sangat sedikit
masyarakat yang mau bersembahyang, untuk itulah maka didirikan kuil kecil yang
dapat digunakan untuk sembahyang. Karena menurut kepercayaan Tauisme, sembahyang
di Kuil agar anak laki-laki atau suaminya lulus ujian. Melahirkan anak
laki-laki, menjaga kesehatan anggota keluarga dan juga untuk menambah anggota
keluarga. Dengan kepercayaan semacam itu, banyak orang yang mengunjungi candi
dan mampir ke kuil kecil untuk sembahyang.
Terdapat sekitar 29
juta orang beragama Buddha di Korea. Hal ini bearti bahwa agama Budha
merupakan agama terbesar di Korea, terbukti menurut penanggalan imlek, yakni
tanggal 8 bulan keempat diperinagti hari lahirnya Budha Gautama.
Agama Budha
di Korea sendiri beraliran Mahayana. Rakyat Korea dikenal sangat cinta
terhadap kesenian dan selalu berusaha untuk memahirkannya. Oleh karena itu,
peninggalan-peninggalan kebudayaan agama Buddha memiliki sifat kesenian yang
tinggi dan khas. Di antara peninggalan-peninggalan kebudayaaan agama Buddha di
Korea selain arsitektur Buddha, ukiran patung-patung Buddha merupakan ciptaan
yang sangat bermutu. Untuk itu, sampai sekarang rakyat Korea sangat
membanggakan seni itu kepada masyarakat dunia
Patung-patung Buddha
mencapai puncak keindahannya pada masa Silla bersatu. Salah satu yang menjadi
kebanggaan rakyat Korea adalah patung-patung batu dari batu granit yang
terletak di gua kuil suci Sok-Gul-am di puncak gunung To-ham di kota Kyong-ju,
ibu kota kerajaan Silla bersatu. Patung yang terbesar dan indah dan mengarah ke
timur didirikan pada tahun 752. Rakyat menganggap patung tersebut adalah patung
yang paling unggul di Korea. Pada tahun 1995, UNESCO menetapkan patung tersebut
sebagi salah satu peninggalan kebudayaan manusia. Bahan-bahan yang digunakan
untuk patung-patung Buddha ukuran besar di Korea adalah besi, perunggu, kayu
yang disepuh emas, dan emas murni, di samping batu besar.Sementaraitu,
patung-patung ukuran kecil dibuat dari perunggu, sepuhan emas, emas murni, atau
tanah liat mengkilat.
Selain agama Budha,
masyarakat Korea khususnya para ibu rumah tangga selalu sembahyang di hadapkan
pada semangkuk air yang berisi air jernih yang diletakan di tempat suci di
belakang rumah mereka. Setiap pagi hari, Ibu meletakan semangkuk air di
belakang rumah dan bersembahyang dalam keadaa yang masih sepi. Mereka
memanjatkan doa agar anggota keluarga di berikan kesehatan dan keselamatan
serta keberhasilan suami dan anak-anakny dalam tugasnya masing-masing.
LAILA NIHAYATI
(1110032100071)
A. Agama buddha di jepang
http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/11/sistem-kepercayaan-korea-dan-jepang.html
Berbeda dengan keadaan di China di mana agama Buddha berawal dari
lingkungan keluarga, di Jepang pengenalan agama Buddha menjangkau bangsa
Jepang secara menyeluruh. Agama Buddha diperkenalkan ke Jepang melalui
Kudara di Pakche, salah satu kerajaan di semenanjung Korea pada tahun 522, dan
oleh penguasa politik Jepang pada waktu itu dimaksudkan sebagai perlindungan
bagi negara. Agama baru ini diterima oleh dinasti Soga yang berkuasa. Sejarah
agama Buddha di Jepang dikelompokkan ke dalam tiga periode,yakni :
Periode kedatangan
(abad ke 6-7), mencakup periode Asuka dan Nara
Periode nasionalisasi
(abad 9-14), mencakup periode Aeian dan Kamakura
Periode lanjutan (abad
15-20), mencakup periode Muromachi, Momoyama, dan Edo serta zaman modern.
• Periode kedatangan
Manifestasi agama Buddha pada
periode ini adalah penyesuaian (adaptasi) terhadap kepercayaan asli bangsa
Jepang, yakni agama Shinto. Para bhikṣu pada masa ini harus dapat melaksanakan upacara keagamaan
bersamaan dengan upacara pemujaan nenek moyang. Secara bertahap agama Buddha
dapat mempertahankan diri dan berkembang di antara rakyat banyak tanpa
menyisihkan agama Shinto.Penerapan ajaran agama Buddha dari China
oleh Jepang berdasarkan latar belakang karakter kebudayaan China, di mana agama
Buddha diterima oleh keluarga kaum aristo¬crat. Kaum aristocrat di
Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual. Begitu kaum aristocrat menerima
agama Buddha, maka penyebarannya ke seluruh negeri berlangsung dengan
cepat.
Beberapa
penguasa di Jepang pada zaman kuno menerima agama Buddha sebagai pedoman
hidup. Pangeran Shotoku (574-621), di bawah pemerintahan Ratu Suiko banyak
berperan dalam perkembangan agama Buddha di Jepang, misalnya dengan
mendirikan Vihāra Horyuji dan menulis banyak komentar mengenai ketiga
kitab suci agama Buddha.Pada periode ini tercatat enam aliran agama Buddha
yang diperkenalkan dan berkembang di Jepang.
• Periode nasionalisasi
Periode
ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Buddha di Jepang, yaitu
aliran Tendai oleh Saicho (797-822) dan aliran Shingon oleh Kukai
(774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar agama Buddha
dapat diterima oleh rakyat Jepang.Selama pemerintahan Nara (710-884)
sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar Shomu
secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat patung Bud¬dha
yang besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat kebudayaan nasional. Di
tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dhamma yang
efektif sesuai dengan keadaan setempat.
Sekte Kegon
(Huan Yen) versi Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Selama
pemerintahan Nara terdapat 6 sekte yang berkembang di Jepang. Sekte Kagon
(sekte Hwaom Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan bahwa
semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang terwujud
di dalam tubuh Buddha. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada
Avatamsamkasutra. Pendidikan dan pemikiran Ritsu terutama lebih
ditekankan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata merupakan alternatif
akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan adalah apa
yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada peranan umat seperti
penjelasan dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya cara penyelamatan yang ideal
ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan terlalu banyak berperan dan aktif
di dalam politik.
Agama Buddha
Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam
pendidikan dan pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks Vihāra Tendai
di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha di
dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon
adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra yang diperkenalkan kepada Jepang
oleh Bhikṣu
Kukai di awal abad ke-¬9. Agama Buddha Shingon menentukan
penyatuan dari pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam
berbagai macam bentuknya.Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis, Tendai dan
Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam
penyatuan pemujaan dewa Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha,
sehingga terjadi persekutuan pemujaan.
Gerakan
dalam agama Buddha terjadi pada abad ke-10 dengan munculnya kepercayaan
terhadap Buddha Amitābha. Banyak orang yang memeluk kepercayaan ini
karena kesederhanaan ajaran, yakni dengan mengucapkan ”Amitābha Buddha”
secara berulang-ulang akan terlahir di Tanah Suci (Sukhavati). Kemudian gerakan
lain banyak muncul pada abad ke-13 karena banyak didorong oleh cita¬-cita umat
awam untuk mencapai kemurnian dan kesederhanaan ajaran maupun caranya.
Pandangan ini banyak dianut oleh para petani dan prajurit.
setelah
tahun 1500,agama buddha jepang tidak lagi berjalan mulus. Kekuatan kreatifnya
telah memudar dan kekuatan politiknya telah terpecah. Nabunaga menghancurkan
kubu tendai di heizen pada tahun 1571,dan hideyoshi melakukannya pada pusat
shingon besar di negoro pada tahun 1585.Dibawah pemerintahan tokugawa (1603-1867),konfusianisme
bangkit kembali. Kemudian pada abad ke-18, shintoisme yang militan
bangkit kembali.agama budha surut ke belakang layar,organisasi dan aktivitas
para biksu diawasi pemerintah dengan hati-hati,untuk menjamin
pendapatan-pendapatan wihara dan pada saat yang sama mencegah berkembangnya
kehidupan yang independen di dalamnya.agama budha tenggelam dalam keadaan yang
lamban.tetapi tradisi sekte ini tetap berlanjut.sekte zen menunjukan
kegairahan.pada abad ke-17,hakuin memperkenalkan kehidupan baru kepada sekte
rinzai dan sekte ini menganggapnya sebagai pendiri kedua ; pujangga basho
mengembangkan gaya puisi baru.pada tahun 1655,sekte zen yang ketiga,obakhu masuk
dari china dan tetap menggunakan karakter-karakter khas china.tahun 1868 agama
budha amat diabaikan dan dalam waktu singkat sepertinya agama ini akan
musnah.tapi setelah tahun 1890,pengaruhnya kembali meningkat dan pada tahun
1950,dua pertiga dari penduduk menganut salah satu sekte utama.adaptasi
terhadap kehidupan moderen dan terhadap persaingan dengan umat kristen lebih
banyak terjadi disini dari pada di negara-negara budha lainnya.pada tahun-tahun
terakhir,zen jepang menarik banyak perhatian di eropa dan amerika,dan penafsir
yang sangat baik adalah D.T.Suzuki.Pada zaman Kamakura mulai timbul
feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam
suasana feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh
Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh
Nichiren (1222-1282).
• Perkembangan Nichiren
Pada abad
ke-13, agama Buddha di Jepang menghasilkan seorang pembaharu yakni Bhikṣu Nichiren (1222-1282). Pemimpin yang memiliki kharisma ini
mengajarkan bahwa keselamatan dapat dicapai dengan mengucapkan kata-kata suci
NamaMyohorengekyo
(terpujilah Sadharmapundarika Sūtra) dan beliau tidak ragu-ragu
untuk mengkritik orang lain. Ramalan Nichiren mengenai bangsa Mongol yang akan
menyerang Jepang menyebabkan sekte ini terkenal di Jepang.Dalam sekte Nichiren
terdapat dua kelompok yang besar.
• Periode Lanjutan
Dengan
berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan
agama yang berarti, kecuali meluasnya beberapa aliran.Pada zaman Edo
(1603-1867), agama Buddha sudah kembali menjadi agama nasional di bawah
perlindungan Shogun Tokogawa. Pada masa pemerintahan Shogun Tokogawa,
agama Buddha di Jepang menjadi tangan (alat) dari pemerintah. Vihāra
sering digunakan sebagai pendataan dan pendaftaran penduduk dan dijadikan salah
satu cara untuk mencegah penyebaran agama Kristen yang oleh pemerintah
feodal dianggap sebagai ancaman politik.
Agama Buddha
tidak begitu populer di kalangan masyarakat pada masa pemerintahan Meiji
(1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk menjadikan Shinto
sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara memurnikan ajaran Shinto
yang telah bercampur dengan agama Buddha, dan untuk itu dibutuhkan suatu
penyelesaian. Cara yang dilakukan antara lain dengan menyita tanah vihāra
dan membatasi gerak-gerik para bhikṣu.Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji pada tahun
1868, agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli, Shinto.
Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh
undang-undang dasar Jepang.
B. Buddha di
Korea
Agama Budha masuk
pertama kali ke Korea terjadi pada tahun 373 SM, ketika raja So-su-rim dari
kerajaan Kokuryo menguasai seluruh belahan utara semenanjung Korea dan sebagian
besar kawasan Mancuria. Agama Budha menjadi agama induk di Korea, sehingga
kebudayaan Korea Kuno tidak bisa lepas dari agama Budha. Agama Budha sendiri
mencapai puncak kejayaan di Korea selama 300 tahun pada masa kerajaan Silla
bersatu yang didirikan pada tahun 668 SM. Wilayah teritorial kerajaan Silla
bersatu meluas sampai ke garis yang menghubungkan Pyongyang dan Wong-san, dan
beribukota di Kyong-ju. Pada masa Silla bersatu, agama Buddha menjadi agama
nasional. Jika ditinjau dari peninggalan-peninggalan yang masih ada, kerajaan
Silla sangat unggul dalam arsitektur agama Budha, di samping barang-barang
keramik di masa kerajaan Kokuryo dan tulisan indah di masa kerajaan Lee.
Agama Budha
merupakan rumus filsafat yang tinggi, karena bertujuan untuk memperoleh
kebersihan jiwa dengan penolakan nafsu-nafsu duniawi dan menghindari adanya
kebangkitan roh-roh jahat dan membawa roh-roh suci ke dalam Nirwana. Korea
memiliki 6.700 kuil Budha, termasuk 1.600 candi besar dan kecil. Hampir di
setiap kompleks candi dan kuil Budha di Korea terdapat sebuah kuil kecil yang
terletak dekat dengan ruangan utama tempat sembahyang. Lukisan seorang tua yang
berjanggut putih panjang dengan ditemani seekor harimau jinak menghiasi dinding
kuil kecil tersebut. Lukisan tersebut mendapat pengaruh dari kepercayaan
Tauisme. Sebenarnya sejak masuknya agama Budha ke Korea, sangat sedikit
masyarakat yang mau bersembahyang, untuk itulah maka didirikan kuil kecil yang
dapat digunakan untuk sembahyang. Karena menurut kepercayaan Tauisme, sembahyang
di Kuil agar anak laki-laki atau suaminya lulus ujian. Melahirkan anak
laki-laki, menjaga kesehatan anggota keluarga dan juga untuk menambah anggota
keluarga. Dengan kepercayaan semacam itu, banyak orang yang mengunjungi candi
dan mampir ke kuil kecil untuk sembahyang.
Terdapat sekitar 29
juta orang beragama Buddha di Korea. Hal ini bearti bahwa agama Budha
merupakan agama terbesar di Korea, terbukti menurut penanggalan imlek, yakni
tanggal 8 bulan keempat diperinagti hari lahirnya Budha Gautama.
Agama Budha
di Korea sendiri beraliran Mahayana. Rakyat Korea dikenal sangat cinta
terhadap kesenian dan selalu berusaha untuk memahirkannya. Oleh karena itu,
peninggalan-peninggalan kebudayaan agama Buddha memiliki sifat kesenian yang
tinggi dan khas. Di antara peninggalan-peninggalan kebudayaaan agama Buddha di
Korea selain arsitektur Buddha, ukiran patung-patung Buddha merupakan ciptaan
yang sangat bermutu. Untuk itu, sampai sekarang rakyat Korea sangat
membanggakan seni itu kepada masyarakat dunia
Patung-patung Buddha
mencapai puncak keindahannya pada masa Silla bersatu. Salah satu yang menjadi
kebanggaan rakyat Korea adalah patung-patung batu dari batu granit yang
terletak di gua kuil suci Sok-Gul-am di puncak gunung To-ham di kota Kyong-ju,
ibu kota kerajaan Silla bersatu. Patung yang terbesar dan indah dan mengarah ke
timur didirikan pada tahun 752. Rakyat menganggap patung tersebut adalah patung
yang paling unggul di Korea. Pada tahun 1995, UNESCO menetapkan patung tersebut
sebagi salah satu peninggalan kebudayaan manusia. Bahan-bahan yang digunakan
untuk patung-patung Buddha ukuran besar di Korea adalah besi, perunggu, kayu
yang disepuh emas, dan emas murni, di samping batu besar.Sementaraitu,
patung-patung ukuran kecil dibuat dari perunggu, sepuhan emas, emas murni, atau
tanah liat mengkilat.
Selain agama Budha,
masyarakat Korea khususnya para ibu rumah tangga selalu sembahyang di hadapkan
pada semangkuk air yang berisi air jernih yang diletakan di tempat suci di
belakang rumah mereka. Setiap pagi hari, Ibu meletakan semangkuk air di
belakang rumah dan bersembahyang dalam keadaa yang masih sepi. Mereka
memanjatkan doa agar anggota keluarga di berikan kesehatan dan keselamatan
serta keberhasilan suami dan anak-anakny dalam tugasnya masing-masing.
Sejarah Perkembangan Agama Budha di India dan Tiongkok(China) Agama Buddha di India
BAB 7
LAILA NIHAYATI
(1110032100071)
Sejarah Perkembangan Agama Budha di India dan Tiongkok(China)
Agama Buddha di India
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha
http://pencerahan-sejarah.blogspot.com/2010/08/proses-masuk-dan-berkembangnya-pengaruh.html
Sejarah perkembangan agama Buddha di India setelah Buddha Gautama wafat di bagi menjadi 3 periode, yaitu : - Masa perkembangan awal hingga konsili agung kedua, - masa kekuasaan raja ashoka, dan – masa kemunduran agama Buddha di India
• Masa perkembangan awal
Konsili pertama di adakan di Raja Graha dan di hadiri oleh 500 arahat dengan tujuan utama mengumpulkan ajaran-ajaran yang telah diedarkan Buddha dan menyusunnya secara sistematis. Konsili ini berhasil mengumpulkan ajaran-ajaran Buddha kedalam 3 golongan, dari sumber inilah kemudian disusun kitab Tripitaka sebagaimana dikenal saat ini.
Pada konsili II sebagai awal adanya 2 kelompok yakni Mahasanghika vajian yang kemudian dikenal dengan aliran utara (Mahayana) sedangkan Sthaviharavada atau aliran Selatan (Hinayana).
Setelah konsili kedua tersebut, untuk selama 100 tahun tidak banyak yang diketahui tentang perkembangan agama Buddha di India. Terutama setelah raja kalasoka meninggal dunia. Baru dengan munculnya raja asoka dari dinasti maurya, sekitar 272 SM, agama Buddha memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat ke seluruh dunia.
Pada konsili III diadakan sebagai akibat dari sebagian bhikkhu yang menganut pandangan sarvas tivadin, sebagai melawan pandangan tradisional dari yang lebih tuala
Dari Konsili I sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi empat aliran besar, yaitu Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis, sedangkan Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis. Sammitya yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.Theravada Buddhis berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh Putra Raja Asoka yang bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka menyebarlah Buddha Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.
Dari India menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis.
Menjelang pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani, dan Asia Tenggara Masa Kekuasaan Raja Asoka.
Di tahun 249 SM atau 24 tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan Buddha Gotama. Tempat–tempat tersebut adalah: Kapilavatthu (tempat kelahiran Buddha), Vārāṇasī (tempat Buddha pertama kali mengajarkan Dhamma), Buddhagayā (tempat pohon MahāBodhi), dan Kusināra (tempat Parinibbāna Buddha). Di tempat-tempat tersebut, Raja memberikan dāna dan mendirikan tanda-tanda peringatan yang sampai sekarang masih sangat bermakna untuk mempelajari sejarah masa lalu.
Raja Asoka meninggalkan ajaran Brahmana dan mengikuti ajaran Buddha, kemudian Raja menjadi Bhikkhu. Ajaran Buddha pada masa itu mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah Raja Asoka, sekitar 48.000 buah thūpa (stupa) didirikan. Yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di Sanchi (India Tengah), dekat ibukota di bawah pemerintahannya dulu. Untuk puterinya, Puteri Charumali yang sangat berbakti, Raja mendirikan beberapa vihāra bagi kaum wanita, terutama di bagian Nepal.
Pada tahun kesepuluh masa pemerintahan Raja Asoka diselenggarakan Saṅgāyanā yang ketiga di ibukota Magadha, Pataliputta (218 tahun sejak Parinibbāna Buddha Gotama). Saṅgāyanā di pimpin oleh Bhikkhu Tissa Moggaliputta dan menetapkan Kattavatthu ke dalam Abhidhammā. Diberitakan bahwa pada masa itu terdapat delapan belas aliran (Therāvada yang terkemuka) dalam ajaran Buddha. Seorang sarjana barat, Kern, menilai bahwa Saṅgāyanā ketiga ini bukan bersifat umum, melainkan hanya dihadiri oleh kelompok Therāvada.
Agama Budha di Tiongkok(China)
http://blogsr0812.blogspot.com/2011/02/misteri-ritual-kebudayaan-olmec.html
Pada abad pertama sebelum masehi, penduduk China berkembang dengan pesat. Penduduk negeri ini diperkirakan sudah berjumlah 50 juta. Daerah-daerah subur di sepanjang aliran¬-aliran sungai menjadi tempat pemukiman yang memberikan cukup makanan. Padi merupakan bahan pokok utama. Tanaman baru yang berasal dari Champa (Vietnam) yang berkembang pada abad 11 seperti gandum, ubi jalar yang dapat tumbuh pada tanah-¬tanah yang sempit, ikut mendorong pertumbuhan jumlah penduduk. Pada sekitar tahun 1200, jumlah penduduk China diperkirakan berjumlah 100 juta, jumlah tersebut menurun menjadi sekitar 65 juta pada tahun 1368 yakni pada tahun berakhirnya dinasti Mongol. Sejak itu jumlah penduduk mengalami peningkatan. Namun, laju pertumbuhan penduduk tidak terlalu pesat karena mengalami beberapa hambatan yang disebabkan oleh bencana alam (banjir, penyakit), peperangan, dan kerusuhan sosial.
Penduduk China terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku yang utama adalah Bangsa Han, yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan dan politik sejak dinasti Han (202-220 SM). Para ahli bahasa menggolongkan bahasa China dalam keluarga Sino-Tibet. Dialek-dialek yang merupakan bagian dari bahasa China beberapa diantaranya adalah dialek Wu atau Soochow, didapati di sekitar sungai Yangtze dan Shanghai, dialek Min diwakili oleh Amoy (Fukien selatan) dan Swatow (Kwantung dan pulau Hainan), dialek Hakka Yueh (Kanton), serta suku-suku minoritas di selatan dan barat yang berdarah campuran Turki dan Mon¬gol. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kesulitan bahasa telah melahirkan bahasa Mandarin sebagai bahasa nasional pada abad ke-20 ini.
Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). Sejak dinasti Han (202-¬220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.
Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4 banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra dalam bahasa China.
Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis (Record of Buddhist countries) terkenal sampai kini.
Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhikṣu Fa-Hien, banyak lagi peziarah yang terdiri dari bhikṣu-bhikṣu China, berangkat ke India. Tetapi catatan perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhikṣu Cina bernama Huan¬ Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada berbagai wilayah barat itu (Record of West¬ern Regions) merupakan salah satu sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.
Agama Buddha di Cina juga melahirkan beberapa aliran besar dalam golongan Buddha Mahayana, antara lain :
• Aliran Chan atau Dhyana yang didirikan oleh Boddhirma, asal
India tetapi menetap di Cina antara 527-536 M. Boddhidharma di kenal
sangat raqdikal terhadap kitab suci yang menjadi sumber ajaran agama
Buddha dan bermaksud untuk kembali pada semangat ajaran Buddha yang asli
sehingga aliran yang didirikannya sangat memberi tekanan pada teks-teks
suci. Aliran ini berkembang pesat di Cina terutama pada masa Hui Neng
(838-713 M.) karena mengaku mendapatkan ajarannya langsung dari
Sakyamuni . dalam perkembangannya kemudian , aliran ini masuk dan
berkembang di Jepang menjadi Zen dan berpengaruh dalam kehidupan
keagamaan di Cina maupun Jepang sampai sekarang.
• Aliran Vinaya, didirikan oleh Too Hsuan (595-667M), yang
menekankan ajarannya pada pelaksanaan vinaya secara ketat. Menurut
aliran ini, pengingkaran terhadap dunia dan kesusilaan merupakan kondisi
kehidupan sang Buddha. Oleh karena itu aliran ini menekankan pada
kehidupan mistik dan membiara. Aliran Ching-tu atau tanah putih, yang
didirikan oleh Hin Yuan dan T’an Lun. Ajarannya didasarkan pada kitab
Amithayadhana, sebuah kitab yang merupakan kelanjutan dari kitab Sukhau
Zatiyuha. Aliran ini menekankan pada pemujaan terhadap Amida Atau
Amitaba yang mewujudkan diri dalam Dewi Kwan In.Aliran aliran lainya
adalah aliran Chen Yen yang bercorak esoteris dan banyak mempergunakan
mantram atau diagram magik dalam mencapai tingkat kebuddhaan; Aliran
T’ien T’ai yang didirikan oleh Chih-Yi, seorang ahli tafsir atau kitab
kitab sutra, dengan ajaranya yang menekankan pada dharma dan meditasi
dan yang lain ssebagainya
LAILA NIHAYATI
(1110032100071)
Sejarah Perkembangan Agama Budha di India dan Tiongkok(China)
Agama Buddha di India
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha
http://pencerahan-sejarah.blogspot.com/2010/08/proses-masuk-dan-berkembangnya-pengaruh.html
Sejarah perkembangan agama Buddha di India setelah Buddha Gautama wafat di bagi menjadi 3 periode, yaitu : - Masa perkembangan awal hingga konsili agung kedua, - masa kekuasaan raja ashoka, dan – masa kemunduran agama Buddha di India
• Masa perkembangan awal
Konsili pertama di adakan di Raja Graha dan di hadiri oleh 500 arahat dengan tujuan utama mengumpulkan ajaran-ajaran yang telah diedarkan Buddha dan menyusunnya secara sistematis. Konsili ini berhasil mengumpulkan ajaran-ajaran Buddha kedalam 3 golongan, dari sumber inilah kemudian disusun kitab Tripitaka sebagaimana dikenal saat ini.
Pada konsili II sebagai awal adanya 2 kelompok yakni Mahasanghika vajian yang kemudian dikenal dengan aliran utara (Mahayana) sedangkan Sthaviharavada atau aliran Selatan (Hinayana).
Setelah konsili kedua tersebut, untuk selama 100 tahun tidak banyak yang diketahui tentang perkembangan agama Buddha di India. Terutama setelah raja kalasoka meninggal dunia. Baru dengan munculnya raja asoka dari dinasti maurya, sekitar 272 SM, agama Buddha memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat ke seluruh dunia.
Pada konsili III diadakan sebagai akibat dari sebagian bhikkhu yang menganut pandangan sarvas tivadin, sebagai melawan pandangan tradisional dari yang lebih tuala
Dari Konsili I sampai IV secara garis besar terpecahlah aliran Buddha menjadi empat aliran besar, yaitu Sthavirada menjadi aliran yang sekarang bernama Theravada Buddhis, sedangkan Mahasangika dan Sarvastivada kelak menjadi aliran Mahayana Buddhis. Sammitya yang merupakan pecahan Sthavirada sudah punah.Theravada Buddhis berkembang di India semasa Raja Asoka dan dibawa oleh Putra Raja Asoka yang bernama Mahinda ke Srilanka dan kelak dari Sri Lanka menyebarlah Buddha Theravada ke Asia Tenggara pada abad ke-11.
Dari India menyebarlah agama Buddha Mahayana ke timur, yaitu Cina, Korea, Jepang, dan ke Utara Tibet dan Nepal yang kelak menjadi Tantrayana Buddhis.
Menjelang pertemuan terakhir atas anjuran raja asoka maka dikirimlah utusan utusan ke berbagai Negara untuk menyebarkan dharma, antara lain : Syiria, Mesir, Yunani, dan Asia Tenggara Masa Kekuasaan Raja Asoka.
Di tahun 249 SM atau 24 tahun setelah menjadi raja, Raja Asoka mengunjungi tempat-tempat yang berhubungan dengan kehidupan Buddha Gotama. Tempat–tempat tersebut adalah: Kapilavatthu (tempat kelahiran Buddha), Vārāṇasī (tempat Buddha pertama kali mengajarkan Dhamma), Buddhagayā (tempat pohon MahāBodhi), dan Kusināra (tempat Parinibbāna Buddha). Di tempat-tempat tersebut, Raja memberikan dāna dan mendirikan tanda-tanda peringatan yang sampai sekarang masih sangat bermakna untuk mempelajari sejarah masa lalu.
Raja Asoka meninggalkan ajaran Brahmana dan mengikuti ajaran Buddha, kemudian Raja menjadi Bhikkhu. Ajaran Buddha pada masa itu mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah Raja Asoka, sekitar 48.000 buah thūpa (stupa) didirikan. Yang masih tersisa adalah stupa yang terkenal di Sanchi (India Tengah), dekat ibukota di bawah pemerintahannya dulu. Untuk puterinya, Puteri Charumali yang sangat berbakti, Raja mendirikan beberapa vihāra bagi kaum wanita, terutama di bagian Nepal.
Pada tahun kesepuluh masa pemerintahan Raja Asoka diselenggarakan Saṅgāyanā yang ketiga di ibukota Magadha, Pataliputta (218 tahun sejak Parinibbāna Buddha Gotama). Saṅgāyanā di pimpin oleh Bhikkhu Tissa Moggaliputta dan menetapkan Kattavatthu ke dalam Abhidhammā. Diberitakan bahwa pada masa itu terdapat delapan belas aliran (Therāvada yang terkemuka) dalam ajaran Buddha. Seorang sarjana barat, Kern, menilai bahwa Saṅgāyanā ketiga ini bukan bersifat umum, melainkan hanya dihadiri oleh kelompok Therāvada.
Agama Budha di Tiongkok(China)
http://blogsr0812.blogspot.com/2011/02/misteri-ritual-kebudayaan-olmec.html
Pada abad pertama sebelum masehi, penduduk China berkembang dengan pesat. Penduduk negeri ini diperkirakan sudah berjumlah 50 juta. Daerah-daerah subur di sepanjang aliran¬-aliran sungai menjadi tempat pemukiman yang memberikan cukup makanan. Padi merupakan bahan pokok utama. Tanaman baru yang berasal dari Champa (Vietnam) yang berkembang pada abad 11 seperti gandum, ubi jalar yang dapat tumbuh pada tanah-¬tanah yang sempit, ikut mendorong pertumbuhan jumlah penduduk. Pada sekitar tahun 1200, jumlah penduduk China diperkirakan berjumlah 100 juta, jumlah tersebut menurun menjadi sekitar 65 juta pada tahun 1368 yakni pada tahun berakhirnya dinasti Mongol. Sejak itu jumlah penduduk mengalami peningkatan. Namun, laju pertumbuhan penduduk tidak terlalu pesat karena mengalami beberapa hambatan yang disebabkan oleh bencana alam (banjir, penyakit), peperangan, dan kerusuhan sosial.
Penduduk China terdiri dari suku-suku bangsa dengan bahasa yang berlainan. Suku yang utama adalah Bangsa Han, yang mengembangkan dasar-dasar kebudayaan dan politik sejak dinasti Han (202-220 SM). Para ahli bahasa menggolongkan bahasa China dalam keluarga Sino-Tibet. Dialek-dialek yang merupakan bagian dari bahasa China beberapa diantaranya adalah dialek Wu atau Soochow, didapati di sekitar sungai Yangtze dan Shanghai, dialek Min diwakili oleh Amoy (Fukien selatan) dan Swatow (Kwantung dan pulau Hainan), dialek Hakka Yueh (Kanton), serta suku-suku minoritas di selatan dan barat yang berdarah campuran Turki dan Mon¬gol. Karena pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, kesulitan bahasa telah melahirkan bahasa Mandarin sebagai bahasa nasional pada abad ke-20 ini.
Agama Buddha berkembang ke China sekitar abad kedua sebelum masehi melalui Asia Tengah dan mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58-75 M). Sejak dinasti Han (202-¬220 M), agama Buddha mulai mendapat perhatian. Kira-kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li-huo-lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia bagi agama Buddha.
Pada tahun 147 M seorang bhikṣu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota dinasti Han masa itu. Pada abad ke-2, ke-3, dan ke-4 banyak bhikkhu dari India pergi ke China dan menyalin berbagai Sūtra dan sastra dalam bahasa China.
Pada tahun 399 M seorang bhikṣu China bermana Fa Hien, bersama rombongannya yang terdiri atas 10 orang, melakukan perjalanan ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agama Buddha. Pada tahun 413 M, beliau pulang melalui jalan laut dan singgah di Sriwijaya (Sumatera) dan Jawa. Beliau menyalin berbagai sūtra. Catatan beliau mengenai negara-negara Buddhis (Record of Buddhist countries) terkenal sampai kini.
Dalam masa dua setengah abad, setelah Bhikṣu Fa-Hien, banyak lagi peziarah yang terdiri dari bhikṣu-bhikṣu China, berangkat ke India. Tetapi catatan perjalanan mereka lenyap, kecuali petikan-petikan singkat yang terdapat pada berbagai naskah kuno. Menjelang awal abad ke-7 M, seorang bhikṣu Cina bernama Huan¬ Tsang melakukan perjalanan lagi ke India dan catatan perjalanan beliau pada berbagai wilayah barat itu (Record of West¬ern Regions) merupakan salah satu sumber sejarah sampai kini. Beliau merasa tidak puas menyaksikan agama Buddha yang dicintainya telah kehilangan pengaruh di anak benua India.
Agama Buddha di Cina juga melahirkan beberapa aliran besar dalam golongan Buddha Mahayana, antara lain :
http://www.confucian.me/forum/topics/da-mo-zu-shi-bodhidharma |
http://tanhadi.blogspot.com/2011/04/sejarah-tipitaka-kitab-suci-agama.html |
MAKNA PUJA (DO’A), HARI SUCI, TEMPAT SUCI DAN AJARAN TENTANG SANGHA
BAB 6
MAKNA PUJA (DO’A), HARI SUCI, TEMPAT SUCI DAN
AJARAN TENTANG SANGHA
http://budhisme10.blogspot.com/2012/05/makna-puja-hari-suci-tempat-suci-dan.html
http://buddhisme03.blogspot.com/2012/05/makna-puja-doa-hari-suci-tempat-suci.html
Makna Puja (Do’a)
Alam tidak memihak; alam tidak dapat disanjung oleh doa; Alam tidak menghibahkan kemurahan khusus apapun atas permintaan; Manusia bukanlah makhluk yang jatuh melainkan malaikat yang bangkit. Doa terjawab oleh kekuatan pikiran mereka sendiri.
Ajaran budha memberikan tanggung jawab dan martabat penuh kepada manusia. Ajaran budha membuat manusia menjadi tuannya sendiri. Menurut ajaran buddha, tidak ada makhluk yang lebih tinggi yang duduk untuk menghakimi perbuatan dan nasib seseorang. Hal ini berati hidup kita, masyarakat kita, dunia kita, adalah apa yang kamu dan saya ingin perbuat dengannya, dan bukan apa yang diinginkan oleh makhluk antah berantah.
Mengenai doa-doa utnuk mencapai tujuan akhir, sang buddha pernah membuat analogi tentang seorang manusia yang ingin menyebrang sungai. Jika ia duduk dan berdoa, memohon agar tepian seberang datang kepadanya dan membawanya ke seberang, maka doanya tidak akan terjawab. Jika ia benar-benar ingin menyeberang sungai itu, ia harus berusaha; ia harus mencari balok kayu dan membikin rakit, atau mencari jembatan, atau membuat perahu, atau barangkali berenang. Dengan suatu cara ia harus bekerja untuk menyebrang sungai. Demikian juga, jika ia ingin menyebrangi sungai Samsara, doa-doa saja tidaklah cukup. Ia harus bekerja keras dengan menjalankan kehidupan religius, mengendalikan nafsunya, menenangkan pikirannya, dan dengan menyingkirkan semua ketidakmurnian dan kekotoran dalam pikirannya. Hanya dengan demikian ia dapat mencapai tujuan akhir. Doa saja tidak akan pernah membawtanya tujuan akhir.
Jika diperlukan, hal itu sebaiknya digunakanutnk memperkuat dan memusatkan pikiran dan bukan untuk memohon sesuatu. Doa berikut dari seorang penyair mengajarkan kita bagaimna caranya berdoa. Umat buddha akan menganggap hal ini sebagai meditasi untuk mengembangkan pikiran:
Semoga aku tak bedoa dijauhkan dari marabahaya,
Tapi berdoa agar tak takut menghadapinya.
Semoga aku tak bedoa untuk diredakan dari rasa sakit,
Tapi demi hati yang menaklukanya.
Semoga aku tak rindu diselamatkan dari rasa takut,
Tapi bisa mengandalkan kesabaran
Untuk menenangkan kebebasanku
Hari Suci
Dalam upacara-upacara yang dilakukan umat Buddha terkandung dalam beberapa prinsip penting yaitu:
1. Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur Sang Triratna;
2. Memperkuat keyakinan;
3. Membina keadaan batin yang luhur;
4. Mengulang dan merenungkan kembali Sang Buddha;
5. Melakukan anumodhana, yaitu membagi perbuatan baik kepada orang lain.
Upaca tersebut dilakukan secara harian, mingguan, setiap hari upashota, yaitu setiap tanggal 1 dan 15berdasarkan penanggalan bulan, dan pada hari-hari raya agama Buddha.
Hari-hari raya Buddha tersebut adalah
1. hari Waisak , Hari Waisak biasanya jatuh pada bulan pernama Sidhi, Mei-Juni, yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana.
2. Asadha, Hari raya Asadha biasanya jatuh pada bulan purnama Sidhi bulan Juli-Agustus, dua bulan setelah Waisak. Hari Asadha di peringati karena hari itu adalah hari ketika Sang Buddha mengajarkan dharma yang pertama kali kepada kelima Pertapa, yang di kenal dengan “pemutaran roda dharma”.
3. Kathina dan, Hari raya Kathina dirayakan tiga bulan setelah hari Asadha, sebagai ungkapan perasaan terima kasih kepada para bhikkhu yang telah menjalankan vassa, berdiam di satu tempat tertentu, di daerah mereka.
4. Magha Puja, Hari raya Magha Puja biasanya jatuh pada bulan purnama bulan Februari-Maret
Tempat Suci
Dalam tradisi agama Buddha, tempat-tempat suci dalam Buddha adalah sesuatu yang sangat disakralkan (keramat atau disucikan) oleh para perkumpulan, para penganut agama Buddha dan para orang sucinya.
Sang Buddha berbicara tentang empat tempat yang di sucikan karena berhubungan dengan Beliau, yang seharusnya dikunjungi oleh para pengikut yang setia dengan penuh penghormatan dan perasaan kagum. Empat tempat suci tersebut adalah:
1. Tempat kelahiran Sang Buddha
2. Tempat Sang Buddha mencapai penerangan
3. Tempat Sang Buddha memutar roda Kesunyataan yang Tiada Bandingnya (Dhammacakka)
4. Tempat Sang Buddha mencapai Parinibbana
Tempat yang suci yang di bangun oleh para penganut Buddha biasanya memiliki seni arsitektir yang luar biasa, lihat saja contohnya candi Borobudur di Jawa Tengah. Contoh lain, puncak lengkungan kubah stupa yang berdiri di Mount Meru, gunung kosmik Buddha yang menandai pusat India, dan payung-payung yang muncul diatas stupa melambangkan tingkat surga berbeda pada tradisi India kuno. Diatas payung-payung, ada ruang kosong dari langit-langit, terletak bidang tak berbentukyang didapatkan oleh ‘orang suci Buddha di level meditasi tertinggi dan ‘Buddha field’ merupakan tempat kediaman Buddhas dan bodhisattva-bodhisattva yang berasal dari tradisi Mahayana.
Ajara Tentang Sangha
Dalam naskah-naskah Buddhis dijelaskan bahwa sangha adalah pasamuan dari makhluk-makhluk suci atau ariya-puggala. Mereka adalah makhluk-makhluk suci yang telah mencapai buah kehidupan beragama yang ditandai oleh kesatuan dari pandangan yang bersih dan sila yang sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati, sakadagami, anagami dan arahat.
Tingkat sottapati adalah tingkat kesucian pertama, dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada tingkatan ini seorang satopatti masih harus mematahkan belenggu kemayaan aku (sakkayaditthi), keragu-raguan (vicikiccha), dan ketakhayulan (silabataparamasa) sebelum dapat meningkat ke sakadagami. Pada tingkat sakadagami, ia harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana. Ia harus dapat mebangkitkan kundalini sebelum naik ke tingkat anagami.setelah mencapai anagami, ia tidak harus menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan beberapa belenggu yaitu kecintaan yang indrawi (kamaraga), dan kemarahan atau kebencian (patigha) sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu arahat. Setelah mematahkan belenggu kamarag dan patigha, ia kemudian naik ketingkat arahat dan dapat langsung mencapai nirwana di dunia maupun sesudah meninggalnya.
Selain ke empat tingkat kesucian di atas, dalam kepercayaan Buddha juga di kenal adanya asheka, yaitu orang yang sempurna (sabbanu) yang tidak perlu belajar lagi di bumi ini. Diantara para asheka tersebut adalah Siddharta Gautama yang telah mencapai tingkat kebuddhaan tanpa harus belajar dan berguru kepada
orang lain.
MAKNA PUJA (DO’A), HARI SUCI, TEMPAT SUCI DAN
AJARAN TENTANG SANGHA
http://budhisme10.blogspot.com/2012/05/makna-puja-hari-suci-tempat-suci-dan.html
http://buddhisme03.blogspot.com/2012/05/makna-puja-doa-hari-suci-tempat-suci.html
Makna Puja (Do’a)
Alam tidak memihak; alam tidak dapat disanjung oleh doa; Alam tidak menghibahkan kemurahan khusus apapun atas permintaan; Manusia bukanlah makhluk yang jatuh melainkan malaikat yang bangkit. Doa terjawab oleh kekuatan pikiran mereka sendiri.
Ajaran budha memberikan tanggung jawab dan martabat penuh kepada manusia. Ajaran budha membuat manusia menjadi tuannya sendiri. Menurut ajaran buddha, tidak ada makhluk yang lebih tinggi yang duduk untuk menghakimi perbuatan dan nasib seseorang. Hal ini berati hidup kita, masyarakat kita, dunia kita, adalah apa yang kamu dan saya ingin perbuat dengannya, dan bukan apa yang diinginkan oleh makhluk antah berantah.
Mengenai doa-doa utnuk mencapai tujuan akhir, sang buddha pernah membuat analogi tentang seorang manusia yang ingin menyebrang sungai. Jika ia duduk dan berdoa, memohon agar tepian seberang datang kepadanya dan membawanya ke seberang, maka doanya tidak akan terjawab. Jika ia benar-benar ingin menyeberang sungai itu, ia harus berusaha; ia harus mencari balok kayu dan membikin rakit, atau mencari jembatan, atau membuat perahu, atau barangkali berenang. Dengan suatu cara ia harus bekerja untuk menyebrang sungai. Demikian juga, jika ia ingin menyebrangi sungai Samsara, doa-doa saja tidaklah cukup. Ia harus bekerja keras dengan menjalankan kehidupan religius, mengendalikan nafsunya, menenangkan pikirannya, dan dengan menyingkirkan semua ketidakmurnian dan kekotoran dalam pikirannya. Hanya dengan demikian ia dapat mencapai tujuan akhir. Doa saja tidak akan pernah membawtanya tujuan akhir.
Jika diperlukan, hal itu sebaiknya digunakanutnk memperkuat dan memusatkan pikiran dan bukan untuk memohon sesuatu. Doa berikut dari seorang penyair mengajarkan kita bagaimna caranya berdoa. Umat buddha akan menganggap hal ini sebagai meditasi untuk mengembangkan pikiran:
Semoga aku tak bedoa dijauhkan dari marabahaya,
Tapi berdoa agar tak takut menghadapinya.
Semoga aku tak bedoa untuk diredakan dari rasa sakit,
Tapi demi hati yang menaklukanya.
Semoga aku tak rindu diselamatkan dari rasa takut,
Tapi bisa mengandalkan kesabaran
Untuk menenangkan kebebasanku
Hari Suci
Dalam upacara-upacara yang dilakukan umat Buddha terkandung dalam beberapa prinsip penting yaitu:
1. Menghormati dan merenungkan sifat-sifat luhur Sang Triratna;
2. Memperkuat keyakinan;
3. Membina keadaan batin yang luhur;
4. Mengulang dan merenungkan kembali Sang Buddha;
5. Melakukan anumodhana, yaitu membagi perbuatan baik kepada orang lain.
Upaca tersebut dilakukan secara harian, mingguan, setiap hari upashota, yaitu setiap tanggal 1 dan 15berdasarkan penanggalan bulan, dan pada hari-hari raya agama Buddha.
Hari-hari raya Buddha tersebut adalah
1. hari Waisak , Hari Waisak biasanya jatuh pada bulan pernama Sidhi, Mei-Juni, yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana.
2. Asadha, Hari raya Asadha biasanya jatuh pada bulan purnama Sidhi bulan Juli-Agustus, dua bulan setelah Waisak. Hari Asadha di peringati karena hari itu adalah hari ketika Sang Buddha mengajarkan dharma yang pertama kali kepada kelima Pertapa, yang di kenal dengan “pemutaran roda dharma”.
3. Kathina dan, Hari raya Kathina dirayakan tiga bulan setelah hari Asadha, sebagai ungkapan perasaan terima kasih kepada para bhikkhu yang telah menjalankan vassa, berdiam di satu tempat tertentu, di daerah mereka.
4. Magha Puja, Hari raya Magha Puja biasanya jatuh pada bulan purnama bulan Februari-Maret
Tempat Suci
Dalam tradisi agama Buddha, tempat-tempat suci dalam Buddha adalah sesuatu yang sangat disakralkan (keramat atau disucikan) oleh para perkumpulan, para penganut agama Buddha dan para orang sucinya.
Sang Buddha berbicara tentang empat tempat yang di sucikan karena berhubungan dengan Beliau, yang seharusnya dikunjungi oleh para pengikut yang setia dengan penuh penghormatan dan perasaan kagum. Empat tempat suci tersebut adalah:
1. Tempat kelahiran Sang Buddha
2. Tempat Sang Buddha mencapai penerangan
3. Tempat Sang Buddha memutar roda Kesunyataan yang Tiada Bandingnya (Dhammacakka)
4. Tempat Sang Buddha mencapai Parinibbana
Tempat yang suci yang di bangun oleh para penganut Buddha biasanya memiliki seni arsitektir yang luar biasa, lihat saja contohnya candi Borobudur di Jawa Tengah. Contoh lain, puncak lengkungan kubah stupa yang berdiri di Mount Meru, gunung kosmik Buddha yang menandai pusat India, dan payung-payung yang muncul diatas stupa melambangkan tingkat surga berbeda pada tradisi India kuno. Diatas payung-payung, ada ruang kosong dari langit-langit, terletak bidang tak berbentukyang didapatkan oleh ‘orang suci Buddha di level meditasi tertinggi dan ‘Buddha field’ merupakan tempat kediaman Buddhas dan bodhisattva-bodhisattva yang berasal dari tradisi Mahayana.
Ajara Tentang Sangha
Dalam naskah-naskah Buddhis dijelaskan bahwa sangha adalah pasamuan dari makhluk-makhluk suci atau ariya-puggala. Mereka adalah makhluk-makhluk suci yang telah mencapai buah kehidupan beragama yang ditandai oleh kesatuan dari pandangan yang bersih dan sila yang sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati, sakadagami, anagami dan arahat.
Tingkat sottapati adalah tingkat kesucian pertama, dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada tingkatan ini seorang satopatti masih harus mematahkan belenggu kemayaan aku (sakkayaditthi), keragu-raguan (vicikiccha), dan ketakhayulan (silabataparamasa) sebelum dapat meningkat ke sakadagami. Pada tingkat sakadagami, ia harus menjelma sekali lagi sebelum mencapai nirwana. Ia harus dapat mebangkitkan kundalini sebelum naik ke tingkat anagami.setelah mencapai anagami, ia tidak harus menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan beberapa belenggu yaitu kecintaan yang indrawi (kamaraga), dan kemarahan atau kebencian (patigha) sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu arahat. Setelah mematahkan belenggu kamarag dan patigha, ia kemudian naik ketingkat arahat dan dapat langsung mencapai nirwana di dunia maupun sesudah meninggalnya.
Selain ke empat tingkat kesucian di atas, dalam kepercayaan Buddha juga di kenal adanya asheka, yaitu orang yang sempurna (sabbanu) yang tidak perlu belajar lagi di bumi ini. Diantara para asheka tersebut adalah Siddharta Gautama yang telah mencapai tingkat kebuddhaan tanpa harus belajar dan berguru kepada
orang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)