Makalah Revisi
Disusun untuk
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
Buddhisme
Oleh:
Laila Nihayati
Nim: 1110032100071
Novi Handayani
Nim: 1110032100028
JURUSAN PERBANDINGAN
AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012
- Makna Puja Bhakti
Seluruh
agama yang
terdapat di dunia ini memiliki doa-doa yang di persembahkan umat
untuk ditujukan kepada Tuhan. Doa-doa tersebut dilakukan ketika umat
melaksanakan kebaktian ataupun upacara keagamaan dan pulalah yang
dilakukan umat Buddha.
Umat Buddha Dharma
begitu mendalam, sedangkan kemampuan intelektualitas masing-masing
berbeda. Maka disamping ada cara yang sulit atau sukar ada pula cara
mudahnya seperti Upay-Kausalnya,
sedangkan
Dharma yang dibabarkan oleh Hyang Buddha secara filosofis adalah
kebenaran Absolut dan tidaklah mudah dimengerti oleh sebagian umat
Buddha.
Dalam
Upaya-Kausalnya dalam merealisasikan Buddha Dharma dan dijalankan
oleh para umat Buddha Mahayana yang mempunyai arti spritual yang
dalam, juga lebih mudah dihayati dan lebih sempurna direalisasikan
bilamana umat Buddha Mahayana telah mengerti tri-kaya
yang merupakan filsafat Agama Buddha Mahayana. Menurut paham Mahayana
semua Buddha mempunyai tri-kaya atau ‘Tiga-tubuh’ yang terdiri
dari : Dharma-Kaya,
Sambogha-Kaya, dan Nirmana-Kaya.
- Dharma-Kaya adalah Tubuh Dharma atau Tubuh Spritual, merupakan sesuatu yang absolut yaitu sifat ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, yang sangat sulit dimengerti sehingga para Buddha dan Bodhisattva memanifestassikannya pada bentuk Ruphyang atau arca atau lukisan gambar.
- Sambogha-Kaya adalah Tubuh Pemberkahan atau Tubuh Kenikmatan, berkah atau pembalasan baik Buddha yang merasakan kebahagiaan atas usahanya sendiri. Yang terbagi dua bagian yaitu : (1). Sambogha-puja yang dinikmati sendiri yaitu tubuh yang telah mencapai penerangan, (2). Sambogha-kaya yng dinikmati bersama, sama saja seperti Sambogha yang dinikmati sendiri hanya ini di nikmati bersama.
- Nirmana-Kaya adalah Tubuh Penjelmaan yaitu Sambogha-kaya Buddha menyalin rupa untuk membabarkan Dharma demi menolong atau menyelamatkan para makhluk dari segala penderitaan.
- Tata cara Puja Bhakti
Agama Buddha
memiliki tata cara penghormatan kepada Buddha menggunakan Altar
sebagai penunjang dalam penghormatan yang lebih dikenal dengan
istilah kebaktian atau Puja Bhakti. Kata Puja berasal dari bahasa
sansakerta yang berarti ‘persembahan’. Dan merupakan unsur pokok
dalam ajaran Puja Bhakti.
Umat Buddha
Mahayana melakukan Puja Bhakti dengan cara pembacaan ulang
berkali-kali Sutra (banyak sekali Sutra-Sutra dalam Agama Buddha
Mahayana), yang dilakukan di pagi dan sore hari. Dengan dihadapkan
keyakinan kuat dan kamma baik. Dharani atau Mantra yang penuh
keyakinan dihadapan Buddha Ruphang dan Bodisattva Ruphang.
Sajian yang
diberikan di atas altar tidak ada yang mengandung dari benda
bernyawa. Umumnya sebagai berikut :
- Buah-buahan,
Bermakna jangan
membunuh mahluk hidup.
- Air bersih atau air mineral,
Air yang telah
dimasak, bermakna agar pikiran, ucapan, dan perbuatan kita bersih
selalu. Dan membersihkan batin dari ketidaktahuan juga kebodohan.
- Bunga,
Melambangkan
keindahan dan ketidakkekalan.
- Lilin merah atau penerangan dari minyak kelapa,
Lilin merah lebih
awal di nyalakan sebelum Dupa, bermakna kita selalu diberikan
penerangan dalam jalan kehidupan di waktu sekarang.
- Dupa,
Bermakna wangi
khasnya guna membersihkan udara dan lingkungan, mengundang langsung
secara batin atau hati nurani ke hadapan Hyang Thagatha, Tuhan Yang
Maha Esa.
Selain yang lima
di atas ada juga yang menambahkan bunga atau bubuk cendana dan
makanan sayuran, kue, manisan dan lain-lain untuk persembahan
sembahyang terhadap orang yang meninggal.
Makna dari sajian
tersebut sangat berbeda sesuai sekte nya masing-masing. Adapaun
upacara ini dianggap sangat sakral. Termasuk membakar kertas adalah
salah satu sembahyang yang dilakukan Agama Buddha namun Agama Buddha
sangat toleransi, Budhha Mahayana sangat universal, tidak memberikan
beban moril maupun materil bagi umatnya, sangat praktis bersih murni,
tidak ada pantangan.1
- Hari-hari Suci
Terdapat empat
hari raya Agama Buddha, yaitu :
- Hari Waisak
Hari ini
memperingati tiga peristiwa yaitu :
(1). Hari
kelahiran Pangeran Sidharta,
(2). Hari
pencapaian penerangan sempurnaPertapa Gautama,
(3).Dan hari sang
Buddha wafat atau mencapai Nibbana atau Nirwana.
Hari waisak
dikenal juga dengan hari Visakah Puja atau Purnima Buddha di India.
Dan masih banyak lagi nama sesuai negara masing-masing. Sedangkan
Waisak berasal dari bahasa Pali “Wesakha” dan dalam bahasa
Sansakerta “Waishakha”. Pada hari waisak ini mengajak umat
Buddha untuk menelaah kehidupan masing-masing, dan senantiasa
berpedoman kepada Buddha Dharma.
Hari waisak adalah
hari dimana merenungkan dan menghayatikembali perjuangan hidup Buddha
Gotama, yang dibesarkan dengan segala kemewahan dan rela meninggalkan
itu semua demi cinta kasihnya kepada semua makhluk. Sidharta
meninggalkan Istana bukan karena paksaan dan dorongan apapun
terkecuali mencari kehidupan yang hakiki. Beliau berjuang dengan
gigih dan pantang menyerahdalam upaya menycari jalan yang dapat
menyelamatkan makhluk dari segala penderitaan.
- Hari Kathina
Hari ini merupakan
upacara persembahan jubah kepada lima Bikkhu (Sangha) setelah
menjalani vassa (musim penghujan di daerah Sang Buddha selama tiga
bulan) berakhir, yaitu sehari sesudah bulan purnama penuh (Juli),
sampai sehari sebelum hari Khatina (Oktober). Dalam kesempatan ini
selain memberikan persembahan jubah khatina, umat Buddha juga berdana
untuk kebutuhan pokok para Bikkhu, perlengkapan Vihara, dan berdana
untuk perkembangan dan kemajuan Agama Buddha. Dan para Bhikku yang
telah melaksanakan Vassa sebanyak sepuluh sampai sembilan belas kali
akan mendapatkan gelar “Thera”, dan para Bikkhu yang telah
menjalankan Vassa sebanyak dua puluh kali akan ge mendapatkan gelar
tertinggi yaitu “Mahathera”.
Dan mereka hanya
mempunyai emapat kebutuhan yaitu : (1). Civara atau Jubah, (2).
Pindapata atau makan, (3). Senasana atau tempat tinggal, (4).
Gilanapaccayabhesajja atau obat-obatan.
- Asadha
Hari kebaktian ini
diperingati dua bulan setelah hari raya waisak, guna memperingati
peristiwa dimana Buddha menebarkan Dhamma untuk pertama kalinya
kepada lima orang pertapa (panca vagiya) dalam hal ini Buddha membuat
Arya Sangha Bikkhu (persaudaraan para Bikkhu Suci). Dengan demikian
Tri Ratna menjadi lengkap, sebelumnya baru ada Buddha dan Dhamma.
Tri Ratna berarti
tiga mustikaterdiri atas Buddha Dhamma,Dhamma dan Sangha, merupakan
pelindung umat Buddhadengan cara memanjatkan paritta, dan umat Buddha
berlindung pada Buddha berarti Buddha memilihnya sebagai guru
teladan. Sedangkan berlindung pada Dhamma berarti Dhamma mengandung
kebenaran yang jika dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukha, dan
berlindung pada sangha berarti sangha merupakan pewaris dan pengamal
Dhamma yang patut dihormati.
- Magha Puja
Hari suci Magha Puja memperingati
empat peristiwa penting, yaitu :
1.
Seribu dua ratus lima puluh orang bhikshu datang berkumpul tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu.
2. Mereka semuanya telah mencapai
tingkat kesucian arahat.
3. Mereka semuanya memiliki enam
abhinna.
4. Mereka semua ditasbihkan oleh Sang
Buddha dengan ucapan “Ehi Bhikkhu”
Peristiwa penting ini dinamakan
Caturangga-sannipata, yang berarti pertemuan besar para arahat yang
diberkahi dengan empat faktor, yaitu seperti tersebut di atas.
Peristiwa penting ini terjadi hanya satu kali dalam kehidupan Sang
Buddha Gotama, yaitu pada saat purnama penuh di bulan Magha
(Februari), tahun 587 Sebelum Masehi ( sembilan bulan setelah Sang
Buddha mencapai Bodhi). Pada waktu itu, seribu dua ratus lima puluh
orang Bhikkhu datang secara serempak pada waktu yang bersamaan, tanpa
adanya undangan dan perjanjian sebelumnya ke tempat kediaman Sang
Buddha di vihara Veluvana (Veluvanarama, yang berarti hutan pohon
bambu) di kota Rajagaha. Mereka datang dengan tujuan untuk memberi
hormat kepada Sang Buddha sekembalinya mereka dari tugas menyebarkan
Dhamma dan melaporkan hasil penyebaran Dhamma yang telah mereka
lakukan tersebut.
Para Bhikkhu yang berkumpul pada
peristiwa Magha Puja itu telah mencapai tingkat kesucian yang
tertinggi, yaitu arahat. Mereka telah berhasil membasmi semua kilesa
atau kekotoran batinnya sampai keakar-akarnya, sehingga mereka
dikatakan telah khinasava atau bersih dari kekotoran batin. Mereka
tidak mungkin lagi berbuat salah. Mereka telah sempurna.
Mereka memiliki abhinna atau
kemampuan batin yang lengkap yang berjumlah enam jenis, yaitu
1. Pubbenivasanussatinana, yang
berarti kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir Yang dahulu.
2. Dibbacakkhunana, yang berarti
kemampuan untuk melihat alam-alam halus dan
kesanggupan melihat
muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai
dengan karmanya
masing-masing (mata dewa).
3. Asavakkhayanana, yang berarti
kemampuan untuk memusnahkan asava atau kekotora batin.
4. Cetoporiyanana, yang berarti
kemampuan untuk membaca pikiran makhluk-makhluk lain.
5. Dibbasotanana, yang berarti
kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam apaya, alam manusia,
alam dewa, dan alam brahma yang dekat maupun yang jauh.
6. Iddhividhanana, yang berarti
kekuatan magis, yang terdiri dari :
a. Adhittana-iddhi, yang
berarti kemampuan mengubah tubuh sendiri dari satu menjadbanyak dan
dari banyak menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, yang berarti
kemampuan untuk “menyalin rupa”, umpamanya menyalin rupa
menjadi anak kecil, raksasa membuat diri menjadi tidak tertampak.
c. Manomaya-iddhi, yang berarti
kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, umpamanya menciptakan
harimau, pohon, dewi.
d. Nanavipphara-iddhi, yang berarti
pengetahuan menembus ajaran.
e. Samadhivipphara-iddhi, yang berati
kemampuan konsentrasi, seperti :
Kemampuan menembus
dinding, tanah, dan gunung.
Kemampuan menyelam ke
dalam bumi bagaikan menyelam kedalam air.
Kemampuan berjalan
diatas air.
Kemampuan melawan air.
Kemampuan terbang di
angkasa.
Pada peristiwa Suci Magha Puja itu,
Sang Buddha juga memberitahukan pengangkatan Arahat Sariputta dan
Arahat Moggallana sebagai siswa Utama Beliau (Aggasavaka) dalam
Sangha Bhikshu.2
- Tempat Suci
Rumah ibadah umat
Buddha Mahayana disebut Sangharama dan Vihara, sesuai fungsinya dapat
disebut sebagai berikut :
- Arama
- Prasada
- Kuti/kutika
- Kulapativana
Sangharama :
Ialah
sebuah bangunan besar dan luas ditambah dengan bangunan lain dalam
satu lokasi, mempunyai taman, sebagai tempat tinggal atau pemondokan
bagi anggota sangha. Sangharama ini tempat dimana dapat melakukan
segala macam upacara keagamaan secara perorangan maupun kelompok
dalam epercayaan, tradisi, keyakinan mereka masing-masing. Tempat ini
dapat pula digunakan untuk pemberkahan pernikahan, tetapi tidak boleh
untuk acara pesta pernikahan.
Arama
: ialah
sebidang kebun besar atau taman milik pribadi yang diberikan kepada
Hyang Buddha atau Sangha untuk kepentingannya. Dan disitu di
bangunlah sebuah vihara untuk kegiatan sang Buddha seperti khotbah
dan tempat para siswaNya bertemu dan mengadakan pembahasan hal-hal
yang suci dan bersifat duniawi.
Vihara
: ialah
sebuah pondok, tempat tinggal, tempat penginapan bhiksu/bikhuni. Dan
Vihara Mahayana terbagi emapat yaitu :
- Vihara tempat segala macam upacara keagmaan, termasuk tempat sembahyang orang-orang awam dengan cara perorangan atau kelompok.
- Vihara sebagai tempat tinggal viharawati, tempat mereka berusaha menjalankan kehidupan suci.
- Vihara khusus untuk umat Buddha melakukan ibadah dan sembahyang dan melakukan kebaktian-kebaktian termasuk kebaktian umum.
- Vihara khusus untuk kebaktian umum
Prasada
: Berarti
sebuah Istana.
Kuti
: Berarti
tempat tinggal yang berkamar tunggal; pondok; gubuk seperti
Ghandakuti = kamar harum Hyang Buddha.
Vana
: Berarti
sebuah pondok, gubuk kecil biasanya terbuat dari batang kayu, rumput
dan tanah liat.
Kulapati
: Berarti
umat awam yang melaksanakan ajaran Agama Buddha dengan tujuan
mencapai anuttara-samkya-sambodhi, tapi tetap tinggal di rumah dengan
tidak menjadi Bikhsu/Bikhsuni. Kulapati berarti kepala keluarga;
kepala rumah tangga.
Tempat yang suci
yang dibangun oleh para penganut Buddha biasanya memiliki seni
asitektur yang luar biasa, liat saja Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Contoh lain, Puncak Lengkungan Kubah Stupa yang berdiri di Mountmeru,
Gunung Kosmik Bhuddha yang menandai pusat dunia, dan payung-payung di
atas stupa melambangkan tingkat surga berbeda pada tradisi india
kuno. Di atas payung-payung, ada ruang kosong dari langit-langit,
terletak bidang tak berbentuk yang di dapatkan oleh “orang suci”
Buddha di level meditasi tertinggi dan ‘Buddha field’ –
merupakan tempat kediaman bhudhas dan Bhodisatteva-bhodisatteva yang
berasal dari tradisi mahayana. Untuk
melaksanakan upacara
di depan stupa
bukanlah perkara sederhana, karna memerlukan aturan-aturan tertentu.
Upacara itu buakan saja untuk memulakan Buddha, tapi juga untuk
menyesuaikan diri di pusat kosmos atau di pusat alam.3
Sebagaimana
kita ketahui, daalam tradisi orang India,
konsep dari pusat keramat, biasanya di gabungkan dengan singgasana
kebangkitan Buddha, atau Budhimanda,
di
Bodhi
Gaya.
Menurut legenda India
yang populer, semua Buddha datang ke singgsana yang sama untuk
mencapai kebangkitanya. Struktur batu sekarang nampak si bawah pohon
bodi di bodh gaya, yang di katakan menjadi puncak dari singgasana dan
kemudian turun kepertengahan bumi. Konsep pencerahan yang keramat
bisa juga di aplikasikan pada gunung-gunung yang keramat, seperti
Gunug
Kailasa
di Tibet
dan Gunung
Wutai
di Cina,
yang mana di puja-puja sebagai singgasana Buddha atau Bhodisattvas
yang memiliki kekuatan luar biasa.
Sebaliknya,
gagasan tempat duduk yang keramat atau suci juga berlaku untuk tempat
yang sederhana yang mana para penganut Buddha biasa duduk untuk
bermeditasi di situ, para penganut aliran zen mengingatkan mereka
(umat Buddha) bahwa tempat di mana mereka duduk untuk melakukan
meditasi merupakan singgasana semua Buddha dari masalalu dan masa
yang akan datang. Jadi,tempat duduk untuk bermeditasi bukanlah tempat
biasa tapi mempunyai makna yang cukup kompleks.
Di
dalam tradisi penganut Buddha, barang peninggalan dan patung fisik
Buddha yang di puja-puja ditempat suci merupakan bentuk badanya
Buddha atau melambangkan badanya Buddha. Ajaranya di kenal sebagai ‘
Darma
Body’,
yang juga merupakan objek pemujaan banyak orang. Beberapa dari
pengikut mahayana sutra mengatakan bahwa beberapa tempat di mana
darma yang di jelaskan seharusnya di berlakukan sebagai ‘ tempat
suci Buddha dan naskah-naskah india klasik jua menggambarkan tempat
suci Buddha sedangkan duplikat dari Mahayana
dibuat dengan kemegahan yang besar dan upacara yang besar dan upacara
persembahan. Banyak stupa india mengandung naskah-naskah suci di
tempat peninggalan Buddha.penghormatan untuk kitab juga terlihat di
Kuil
Tibet,dimana
duplikat dari mahayana sutra terletak di atas altar
persembahan. Setiap orang yang datang ke tempat itu untuk melakukan
pemujaan, sama artinya mereka melakukan penghormatan kepada Mahayana
Sutra.
Teradisi semacam ini berlangsung dari dulu smapi dengan sekarang.
Sampai saat ini, pengertian kuil
Buddha sangat berbeda-beda, baik di india maupun di negara-negara
lain. Sebuah tempat yang di keramatkan yang di kaitkan dengan Buddha
tidak di tandai
dengan monumen arsitektural utama. Banyak cerita musyafir dari india
kuno yang menceritakan sedikit banyak tentang peniggalan-peniggalan
zaman
kuno yang masih
ada kaitanya dengan kehidupan Buddha. Banyak kisah yang menyebutkan
bahwa batu yang terdapat di sunggai
kecil dekat
sarnath telah di buat oleh jubah Buddha pada saat di melintas sunggai
tersebut. Jurang di suatu kota dekat shrafasti yang telah terbuka, di
pandang sebagai simbol untuk menelan musuh-musuh Buddha. Di banyak
tempat, banyak cara yang di lakukan orang untuk menyembah Buddha,
Menurut tradisi teheravada,
Buddha menggunakan kekuatan super naturalnya untuk terbang ke
Srilangka,
dan meninggalkan jejak kakinya sebagai tanda kunjunganya. Jejak kaki
Buddha
ini menjadi pusat pemujaan banyak orang yang percaya kepada Buddha.
Dari dulu sampai dengan sekarang
tempat-tempat Buddha yang di anggap keramat juga mrnjadi tempat bagi
orang banyak untuk melakukan jiarah sebaimana di jelaskan dalam
sejarah Cina
tentang ‘the Journey
to the West’
(perjalanan ke Barat),
di mana tempat di India
utara berkaita dengan kehidupan Buddha. Ini menunjukan erat kaitanya
penyebaran agama Buddha dari India
ke Cina
. para penganut Buddha seluruh Asia
Tenggara
mengajurkan jiarah ke tempat-tempat suci Buddha.4
- Ajaran Sangha
Adalah sebuah
Persaudaraan para bikhu/bikhuni yang bertekad akan mempraktekan
Pancasila Buddhis. Para bikhsu/bikhsuni adalah orang-orang yang sudah
tidak lagi mencampuri kehidupan duniawi, mereka telah menjalankan
kehidupan yang suci, patuh dan setia pada Dhamma juga patuh pada
Pratimoksa (sila untuk para bikhsu/bikhsuni).
Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan para
Bhikkhu), yaitu:
- Sammuti Sangha = persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.
- Ariya Sangha = persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Pengertian 'Sangha' di dalam Sangha
Ratana ini, berarti kumpulan para Ariya atau kumpulan para mahluk
suci. Di dalam ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci, yang
disebut dengan istilah Ariya Puggala. Ariya puggala ini ada 4
tingkat, yaitu:
- Sotapanna = orang suci tingkat pertama (sotapatti-phala) yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.
- Sakadagami = orang suci tingkat kedua (sakadagami-phala) yang akan terlahir sekali lagi (di alam nafsu).
- Anagami = orang suci tingkat ketiga (anagami-phala) yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).
- Arahat = orang suci tingkat keempat (arahatta-phala) yang terbebas dari kelahiran dan kematian).
Untuk dapat mencapai tingkat-tingkat
kesucian, maka mereka harus dapat mematahkan 'belenggu' yang mengikat
mahluk pada roda kehidupan. Belenggu ini disebut Samyojana. Ada 10
jenis belenggu yang harus dipatahkan bertahap sehubungan dengan
pencapaian tingkat-tingkat kesucian, yaitu:
- Sakkayaditthi = kepercayaan tentang adanya diri / kepemilikan / atta yang kekal dan terpisah.
- Vicikiccha = keraguan terhadap Buddha dan ajarannya.
- Silabbataparamasa = kepercayaan tahyul, bahwa dengan upacara sembahyang saja, dapat membebaskan manusia dari penderitaan.
- Kamachanda / kamaraga = hawa nafsu indera
- Byapada / patigha = kebencian, dendam, itikad jahat.
- Ruparaga = keinginan untuk hidup di alam yang bermateri halus.
- Aruparaga = keinginan untuk hidup di alam tanpa materi.
- Mana = kesombongan, kecongkakan, ketinggihatian.
- Uddhacca = kegelisahan, pikiran kacau dan tidak seimbang.
- Avijja = kegelapan / kebodohan batin.
- Mereka yang telah terbebas dari 1 - 3 adalah mahluk suci tingkat pertama (Sotapanna) yang akan tumimbal lahir paling banyak tujuh kali lagi.
- Mereka, yang disamping telah terbebas dari 1 - 3, dan telah dapat mengatasi / melemahkan no. 4 dan 5, disebut mahluk suci tingkat kedua (Sakadagami), yang akan bertumimbal lahir lagi hanya sekali di alam nafsu.
- Mereka yang telah sepenuhnya bebas dari no. 1 - 5, adalah mahluk suci tingkat ketiga (Anagami), yang tidak akan tumimbal lahir lagi di alam nafsu).
- Mereka yang telah bebas dari kesepuluh belenggu tersebut, disebut mahluk suci tingkat keempat (Arahat), yang telah terbebas dari kelahiran dan kematian, yang telah merealisasi Nibbana (Kebebasan Mutlak).
Selain ditinjau dari 'belenggu' yang
mengikat pada roda kehidupan yang harus dipatahkan, pengertian mahluk
suci ini juga dapat ditinjau dari segi Kekotoran batin (kilesa)-nya,
yang telah berhasil mereka basmi. Ada 10 kilesa
yang harus dibasmi sehubungan dengan pencapaian tingkat-tingkat
kesucian tersebut, yaitu:
- Lobha = ketamakan
- Dosa = kebencian
- Moha = kebodohan batin
- Mana = kesombongan
- Ditthi = kekeliruan pandangan
- Vicikiccha = keraguan (terhadap hukum kebenaran / Dhamma)
- Thina-Middha = kemalasan dan kelambanan batin
- Uddhacca = kegelisahan
- Ahirika = tidak tahu malu (dalam berbuat jahat)
- Anottappa = tidak takut (terhadap akibat perbuatan jahat)
Sotapanna, dapat membasmi no. 5 dan
6; Sakadagami, dapat membasmi nomor 5 dan 6 serta melemahkan kilesa
yang lainnya; Anagami, dapat membasmi nomor 5, 6 dan 2 serta
melemahkan kilesa yang lainnya; Arahatta, dapat membasmi kesepuluh
kekotoran batin tersebut.
Di dalam Anguttara
Nikaya, Tikanipata 20/267,
disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sangha, yang disebut Sanghaguna.
Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu:
- Supatipanno
Bertindak / berkelakuan baik
- Ujupatipanno
Bertindak jujur / lurus
- Nayapatipanno
Bertindak benar (berjalan di 'jalan'
yang benar, yang mengarah pada perealisasian Nibbana)
- Samicipatipanno
Bertindak patut, penuh tanggung jawab
dalam tindakannya
- Ahuneyyo
Patut menerima pemberian /
persembahan
- Pahuneyyuo
Patut menerima (diberikan) tempat
bernaung
- Dakkhineyyo
Patut menerima persembahan / dana
- Anjalikaraniyo
Patut menerima penghormatan (patut
dihormati)
- Anuttaram punnakhettam lokassa
Lapangan (tempat) untuk menanam jasa
yang paling luhur, yang tiada bandingnya di alam semesta.
Dalam
Tiratana, yang dimaksud Sangha di sini berarti Ariya Sangha. Jadi
kita berlindung kepada Ariya Sangha. Kita tidak berlindung kepada
Sammuti Sangha; tetapi kita menghormati Sammuti Sangha karena para
beliau ini mengemban amanat Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang
jalan hidupnya mengarah ke jalan Dhamma.
Para Bhikkhu Sangha yang selalu kokoh
dalam Dhamma-Vinaya adalah merupakan ladang yang subur juga bagi para
umat. Oleh karena itu para umat diharapkan juga bersedia berkewajiban
menyokong agar para Bhikkhu Sangha kokoh dalam moralitas dan
tindak-tanduknya.5
Daftar pustaka
- http://hari suci dalam agama hindu. Jakarta.
- M. Ikhsan tanggok. Agama Budhdha. Lembaga penelitian UIN jakarta. 2009.
- D.S. Marga Singgih. TRIDHARMA Suatu pangantar. Jakarta, 10 November 1986
- Handiwijono, Dr. Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia 1987
- Ali. A. Mukti, Agama-Agama, Yogyakarta: Hanindita. 1988
- Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, Buddha Dharma Mahayana. Jakarta.1995.
2
D.S. Marga Singgih,
TRIDHARMA suatu pengantar. Jakarta,
1986
3
M. Ikhsan tanggok. Agama
Budhdha. Lembaga penelitian UIN
.jakarta.
2009
4
Handiwijono, Dr. Harun,
Agama Hindu dan Budha. Jakarta:
Gunung Mulia 1987